Nadirsyah Hosen
(penulis buku Tafsir al-Qur’an di Medsos)
Belakangan ini para pendukung khilafah jaman now banyak menebar isu telah terjadi kriminalisasi ulama di masa Presiden Jokowi. Bahkan seorang mantan Presiden juga ikut-ikutan menganggap telah terjadi kriminalisasi ulama. Kriminalisasi itu artinya orang yang tidak bersalah namun dianggap melakukan perbuatan kriminal. Atau ada orang yang sejatinya bukan ulama namun seolah dia naik kelas menjadi ulama hanya gara-gara menjadi tersangka tindak pidana. Benar atau tidaknya, kita serahkan pada proses hukum dan peradilan yang berlaku.
Saya hanya hendak mengisahkan bahwa di masa Khilafah jaman old telah terjadi penyiksaan dan pembunuhan terhadap para ulama. Sehingga kalau pendukung eks HTI teriak-teriak hanya khilafah yang bisa menghentikan terjadinya kriminalisasi ulama, maka jelas mereka buta dengan apa yang terjadi pada khilafah masa lalu.
Ini sedikit cuplikannya yang diambil dari kitab Tarikh karya Imam Thabari dan juga Imam Suyuthi:
1. Khalifah al-Manshur memerintahkan untuk mencambuk Imam Abu Hanifah rahimahullah ketika menolak diangkat menjadi hakim, memenjarakannya hingga wafat di penjara. Dikatakan bahwa Imam Abu Hanifah wafat karena diracun akibat telah berfatwa membolehkan memberontak melawan Khalifah Abu Ja’far al-Manshur.
2. Menurut Imam Suyuthi, Imam Malik mengeluarkan fatwa bahwa boleh keluar memberontak terhadap al-Manshur mengingat kekejaman yang dilakukannya. Gubernur Madinah kemudian menangkap dan mencambuk Imam Malik akibat fatwa itu. Sudah sebelumnya disebut di atas tindakan Khalifah al-Manshur kepada Imam Abu Hanifah.
3. Kekejaman terhadap ulama tidak berhenti pada dua nama besar Imam Mazhab ini tapi juga menimpa ulama lainnya yaitu Sufyan ats-Tsauri dan Abbad bin Katsir —yang pertama seorang ahli fiqh ternama, dan yang kedua seorang perawi Hadits. Hampir saja keduanya menemui ajal saat Abu Ja’far al-Manshur menunaikan ibadah haji. Namun Sufyan dan Abbad selamat meski sudah dimasukkan dalam penjara dan menunggu waktu eksekusi. Kata Imam Suyuthi, “namun Allah tidak memberi kesempatan khalifah sampai di Mekkah dengan selamat. Dalam perjalanan dia sakit dan wafat. Allah telah mencegah kekejamannya terhadap kedua ulama itu.”
4. Fitnah menerpa Imam Syafi’i, hingga ia diseret dengan tangan terantai menuju tempat Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad dan terancam hukuman mati. Namun beliau berhasil menyampaikan peleidoi yang luar biasa, yang membuat Khalifah melepasnya. Pada saat itulah Imam Syafi’i bertemu dengan Syekh Muhammad bin Hasan al-Syaibani, seorang murid dari Imam Abu Hanifah. Maka mulailah Syafi’i belajar pada ulama hebat ini.
5. Khalifah al-Makmun memerintahkan dikumpulkannya para ulama dan diinterogasi apakah mereka berpendapat al-Qur’an itu qadim atau makhluk. Sesiapa yang menjawab makhluk, maka amanlah dia. Sementara sesiapa yang menjawab qadim, habislah dia disiksa. Surat lengkap Khalifah al-Makmun kepada Ishaq bin Ibrahim yang memulai mihnah ini bisa dibaca di Tarikh Thabari, juz 8/361-345.
6. Kebijakan Khalifah al-Makmun diteruskan oleh khalifah selanjutnya. Imam Ahmad bin Hanbal ditangkap dan perintahkan untuk dicambuk oleh Khalifah al-Mu’tashim karena bertahan bahwa al-Qur’an itu qadim.
7. Ibn Sikkit seorang ahli sastra Arab yang menjadi guru kedua putra Khalifah al-Mutawakkil, diinjak perutnya hingga wafat. Imam Suyuthi mencatat bahwa ada riwayat lain yang mengatakan al-Mutawakkil memerintahkan pengawalnya mencabut lidah Ibn Sikkit hingga wafat. Ibn Sikkit dituduh sebagai Rafidhah.
8. Imam Buwaythi (salah seorang murid terkemuka Imam Syafi’i) wafat di penjara dengan tangan terikat akibat tidak lolos ujian keyakinan (mihnah), di masa Khalifah al-Watsiq. Beliau bertahan bahwa al-Qur’an itu qadim.
9. Imam Suyuthi melaporkan dalam kitabnya Tarikh Al-Khulafa bagaimana kepala Ahmad bin Nashr al-Khuza’i dipenggal oleh Khalifah al-Watsiq dan kemudian dikirim ke Baghdad sementara tubuhnya diperintahkan untuk digantung di gerbang kota Samarra. Lantas, masih menurut catatan Imam Suyuthi, Khalifah tinggalkan tulisan yang tergantung di telinga Khuza’i: “Inilah Ahmad ibn Nashr al-Khuza’i yang membangkang mengenai kemakhlukan al-Qur’an dan menganggap Allah bisa dilihat kelak dengan mata kita. Dia dieksekusi oleh Khalifah Harun al-Watsiq. Inilah siksaan Allah yang lebih awal dari nerakaNya.”
10. Imam Thabari melaporkan bahwa sekitar 29 orang pengikut dan keluarga Ahmad ibn Nashr al-Khuza’i juga diburu dan dimasukkan ke penjara oleh Khalifah al-Watsiq, tidak boleh dikunjungi siapapun, dirantai dengan besi dan tidak diberi makanan. Tubuh Khuza’i yang tanpa kepala itu digantung selama 6 tahun dan baru diturunkan setelah Khalifah al-Watsiq wafat. Kekejaman yang tak terhingga.
Demikian catatan ringkas akan kriminalisasi terhadap para ulama yang dilakukan oleh para Khalifah masa lalu. Ini fakta sejarah yang tak terbantahkan dan dicatat dalam kitab klasik yg mu’tabar. Mayoritas dieksekusi tanpa melalui proses peradilan.
Ini tentu berbeda dengan kondisi sekarang di NKRI dimana setiap yang diduga melakukan tindak pidana akan menghadapi proses hukum dengan didampingi pengacara dan berlaku asas praduga tak bersalah. Saat pengadilan nanti didatangkan para saksi. Dan kalau tidak puas dengan keputusan hakim, masih bisa melakukan upaya banding dan kemudian kasasi.
Kalau sekarang kita kembali ke masa Khilafah, ngapain capek-capek pakai proses peradilan, tinggal penggal saja kepala mereka. Nah, yakin anda masih mau kembali ke jaman khilafah? Mikirrrrr!