You are here:

Kenangan Bersama KH Ali Mustafa Yaqub

Saya baru selesai mengajar kelas pertama dan menuju kantor dekan Fakultas Hukum Monash University untuk bertemu Prof Bryan Horrigan ketika sahabatku Afwan Faizin dari Jakarta mengirim mesej: “kami turut berduka cita atas wafatnya Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub”. Saya terkejut dan langsung membalas: “apa benar pak kiai wafat?”

Sekretaris Dekan sudah memanggil saya masuk ketika saya buka whatsapp dan melihat mesej bertubi-tubi dari keluarga saya dan para tokoh lainnya mengabarkan berita duka yang sama. Saya mendadak lemas dan sulit berkonsentrasi.

Ingatan saya melayang lebih dari 20 tahun lalu (sekitar 1994-1995) ketika saya disuruh Abah saya untuk mengaji ke rumah Kiai Ali Mustafa Yaqub. Meski saat itu saya kuliah di jurusan perbandingan mazhab IAIN Jakarta, Abah saya memandang saya perlu untuk menambah ilmu dengan belajar kepada pak kiai yang ahli hadits ini. Saat itu Pak Kiai masih ngontrak di belakang asrama putri IAIN Jakarta, hanya berjarak 50 meter dari sekretariat FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat). Pak Kiai belum mendirikan Pesantren Darus Sunnah saat itu. Jadi, saya termasuk santri awal beliau di Jakarta.

Ini sebagian kenangan saya dengan beliau:

1. Bahtsul Masail Lirboyo

Sewaktu tahun 1999 saya hadir ke Muktamar NU di Lirboyo, Pak Kiai saat itu menjadi pengurus Lajnah Bahtsul Masail PBNU. Saat saya memasuki masjid tempat arena bahtsul masail dimana para kiai sedang asyik berdiskusi memecahkan berbagai persoalan hukum Islam. Saya lihat Pak Kiai duduk di bagian depan menghadap ke peserta. Beliau rupanya melihat kehadiran saya, langsung dari jauh beliau memberi kode saya untuk maju ke depan. Para kiai sepuh tentu kaget melihat saya maju ke depan, Pak Kiai Ali Mustafa Yaqub kemudian mengenalkan saya kepada para kiai, lantas meminta saya duduk disampingnya. Saya jadi salah tingkah dibuatnya.

Setelah menanyakan kabar Abah saya, beliau terus berbisik kepada saya: “Ayo kita keluar cari es kelapa muda” padahal diskusi sedang seru-serunya saat itu. Tapi dengan enteng beliau ajak saya keluar masjid. Kami lantas duduk di warung sambil minum es kelapa muda, lantas mengalirlah cerita beliau soal perdebatan di Bahtsul Masail. Saya menyimak cerita beliau, sambil sesekali bertanya ini-itu. Saat itu kesan saya beliau hendak meringkaskan kepada saya apa inti perdebatan di dalam masjid saat itu. Saya merasa mendapat kehormatan karena langsung diceritakan beliau.

2. Buka Puasa di MUI

Tahun 2000 saat selesai program Master dan menunggu beasiswa untuk lanjut PhD saya mewakili Abah saya hadir di acara buka puasa bersama di MUI Pusat. Saya berangkat bertiga satu mobil dengan Pak Kiai dan satu tokoh lagi. Pak Kiai berkata kepada tokoh tersebut: “silakan duduk di depan karena antum kan sarjana hukum, jadi kalau di jalan nanti ada urusan dengan polisi biar gampang kita melewatinya”. Saya tersenyum dengan ‘candaan’ Pak Kiai kepada tokoh ini. Lantas Pak Kiai bisik ke saya, “nah kita bisa duduk berdua di belakang sambil ngobrol”. Maka asyiklah kami ngobrol di kursi belakang.

Di tengah jalan, ‘candaan’ Pak Kiai menjadi kenyataan. Ternyata mobil yang kami tumpangi distop polisi dan tokoh yang duduk di depan jadi bersungut-sungut karena dia yang harus menghadapi polisi. Pak Kiai langsung menyenggol tangan saya, “tuh kan benar…” Pak Kiai tertawa kecil dan saya geleng-geleng kepala melihat “karomah” beliau ini. Begitulah kekasihNya itu: bercanda saja langsung jadi kenyataan.

3. Mendampingi Obama di Istiqlal

Sewaktu terdengar kabar bahwa Presiden Obama akan meninjau Masjid Istiqlal dalam kunjungan resmi kenegaraannya tahun 2010. Saya terus bershalawat dan membaca doa mengikuti siaran langsung acara tersebut dari Australia. Saya menyadari makna penting tugas yang diemban Pak Kiai sebagai simbol representasi Islam di depan Obama dan istrinya. Saya berharap Allah menjaga Pak Kiai agar tidak salah langkah dan salah tutur kata yang membawa kerugian kita semua. Semoga lewat Pak Kiai Allah membuka mata hati Obama akan keadaan Islam di Indonesia yang berbeda dengan konflik di Timur Tengah.

Selepas acara kunjungan yang sukses tersebut saya kirim SMS ke pak kiai mengucapkan selamat dan rasa syukur saya atas selesainya tugas besar pak kiai mewakili Muslim Indonesia di depan Obama. Di luar dugaan saya, Pak Kiai langsung membalas sms saya dengan rendah hati mengatakan suksesnya acara ini juga berkat doa semua termasuk yang di Australia. Bahkan beliau terkesan biasa saja menjalani peristiwa heboh ini. Tidak ada sama sekali kesan jumawa atau merasa dirinya mendadak menjadi tokoh penting. Sebuah pelajaran penting dari beliau. Semua memang dikembalikan pada lurusnya niat dan ketulusan dalam berbuat kebajikan. Yang lain pada heboh, namun beliau yang menjalaninya adem dan kalem saja. Subhanallah.

Pak Kiai, terima kasih atas ilmunya, canda dan ceritanya, serta keteladanan yang Pak Kiai contohkan kepada kami semua para santri. Semoga Allah jadikan segala jerih payah Pak Kiai mengajarkan Hadits dan Sunnah Rasulullah SAW menjadi wasilah bagi bertemunya Pak Kiai dengan Rasulullah SAW di telaga al-Kautsar. Sampai kita bertemu lagi Pak Kiai….Al-Fatihah…

Tabik,

 

Nadirsyah Hosen