Suwaibith dan Nu’aiman (radhiyallahu ‘anhuma) adalah dua orang sahabat Nabi Muhammad SAW. Keduanya pernah ikut berperang dalam barisan pasukan Nabi pada saat perang badar.
Sahabat Nu’aiman terkenal suka becanda. Saya pernah ceritakan dulu di satus Facebook beberapa bulan yang lalu, bagaimana beliau bergurau dengan Nabi sehingga Nabi sering tertawa karena ulahnya. Jadi siapa bilang Nabi orangnya selalu serius dan tegang terus kayak sebagian pihak yang baru memulai karir sebagai ustadz hehehhe
Kali ini Nu’aiman bercanda ngerjain sahabat Nabi yang lain yang bernama Suwaibith bin Harmalah. Peristiwa lucu ini terjadi setahun sebelum wafatnya Baginda SAW.
Satu ketika kedua sahabat ini pergi mengikuti Sayidina Abu Bakar as Siddiq berniaga di Busra. Ketika itu Suwaibith diserahi tanggung jawab membawa perbekalan makanan. Lalu di suatu tempat Nu’aiman meminta jatah makanan kepada Suwaibith.
Suwaibith yang amanah menjalankan tugasnya memberitahu Nu’aiman bahwa dia akan mengeluarkan bekalan tersebut ketika Sayidina Abu Bakar telah tiba di tempat mereka.
Nu’aiman jengkel dengan jawaban Suwaibith. Ia berkata; “Sungguh aku akan membuat engkau marah!”
Ketika itu tibalah sekelompok kafilah di sekitar mereka. Nu’aiman mengambil kesempatan dengan bertanya kepada mereka, “Apakah kalian mau membeli budak saya yang tangkas dan pandai bicara?”
Kafilah tersebut setuju untuk membeli budak dari Nu’aiman seharga 10 unta. Nu’aiman berpesan bahwa budaknya itu akan berkata “Saya orang merdeka (bukan hamba sahaya)”. Apabila dia berkata demikian, acuhkan saja dan jangan dengarkan omongannya.
Lantas mereka pun mendatangi Suwaibith dan berkata; “Kami telah membelimu!” Suwaibith berkata; “Dia itu pembohong, saya adalah seorang lelaki yang merdeka”. Mereka berkata; “Dia telah mengabarkan kepada kami bahwa kamu akan bilang begitu.” Mereka pun mengikatkan tali di leher Suwaibith dan membawanya pergi.
Ketika Sayidina Abu Bakar datang dan ia diberi tahu kejadian tersebut. Lantas ia dan para sahabatnya pergi menemui Kafilah dan menjelaskan kondisi yang sebenarnya lantas mengembalikan 10 unta untuk mengambil kembali Suwaibith.
Ketika cerita ini disampaikan kepada Nabi SAW, alih-alih marah kepda sahabat Nu’aiman, baginda Rasul malah tertawa karena kelucuan peristiwa tersebut.
Kisah di atas diceritakan ulang dalam Musnad Ahmad, Hadis Nomor 25465. Meski saya juga senang bercanda, tapi rasanya gak sampai separah itulah sampai menjual teman sendiri sebagai budak 🙂 Tapi gimana mau mengkritik lha keduanya sahabat Nabi, termasuk ahli Badar dan Nabi pun tidak marah malah tertawa mendengar kisah tersebut…masak saya gak ikutan tertawa. Entar dianggap gak nyunnah 🙂
Namun gelak tawa saya mendadak berganti dengan kening yang berkerut karena ketika membaca Sunan Ibn Majah, Hadis nomor 3709, ternyata kisahnya berbeda. Kalau di Musnad Ahmad yang nakal itu Nu’aiman, di Sunan Ibn Majah yang nakal itu Suwaibith. Kalau di Musnad Ahmad yang dijual sebagai budak itu Suwaibith, di Sunan Ibn Majah yang dijual itu Nu’aiman.
Bagaimana menyelesaikan kemusykilan ini? Kisah mana yang betul?
Pertama, saya cek kitab yang men-syarh atau men-takhrij riwayat Ibn Majah. Saya cek kitab Hasyiyah al-Sindi ‘ala Ibn Majah. Didapat keterangan bahwa riwayat Ibn Majah dalam cerita ini telah di-dhaifkan oleh sejumlah ulama diantaranya Ahmad dan Ibn Ma’in.
Kedua, saya cek kitab Sunan Ibn Majah yang ditahqiq oleh Syekh Syu’aib al-Arnauth, juz 4, halaman 666. Beliau menjelaskan bahwa dalam riwayat Ibn Majah ini tertukar antara Suwaibith dan Nu’aiman. Kata Syekh Syu’aib, yang lucu itu Nu’aiman. Selain masalah tertukar, riwayat yang tercantum dalam Sunan Ibn Majah juga dha’if karena ada rawi yang bernama Zam’ah bin Shalih.
Syekh Syu’aib al-Arnauth juga menginformasikan bahwa kisah lucu Nu’aiman dan Suwaibith ini juga disebutkan dalam kitab Musnad al-Thayalisi, dan ulama lainnya seperti Thahawi dan Thabrani.
Ketiga, agar kawan-kawan Wahabi senang hatinya, saya sempatkan juga buka kitabnya Syekh al-Albani dan ternyata beliau juga mendhaifkan riwayat Ibn Majah ini. Nah!
Selesai? Belum dong 🙂 Saya kemudian melacak ulang sejumlah riwayat untuk memverifikasi bahwa memang benar yang terkenal lucu itu adalah Nu’aiman. Dan saya geleng-geleng kepala membaca berbagai keusilan beliau ini yang terus berlanjut sampai ke masa khalifah Utsman bin Affan.
Kemudian saya bandingkan daftar para perawi di Musnad Ahmad dan Sunan Ibn Majah. Ternyata meski sama-sama berasal dari Ummu Salamah, rentetan perawi lainnya berbeda. Zam’ah bin Salih yang dinilai bermasalah ternyata tidak ada dalam jalur sanad riwayat yang tercantum dalam Musnad Ahmad. Ini pun belum tuntas karena kalau mau lebih serius kita harus buka kitab-kitab jarh wa ta’dil untuk memverifikasi semua perawi dalam dua riwayat yang berbeda ini.
Begitulah…mau terhibur dengan satu kisah lucu dari sahabat Nabi, berujung pada tenggelam dalam menggali timbunan kitab. Saya jadi ikut merasa dikerjain oleh sahabat Nu’aiman ini 🙂
Selamat menjalankan tugas di hari Senin untuk kawan-kawan semuanya. Maju terus dengan senyum dan doa. Allah menjaga kita semua, bi idznillah.
Tabik,
Nadirsyah Hosen