[aswaja_big_letter]Dalam Hikmah Kung Fu Panda (1), saya ceritakan bagaimana Po tanpa terduga terpilih menjadi Dragon Warrior. Po menjelma dari zero menjadi hero namun kembali menjadi zero. Dari nobody, menjadi somebody dan kembali menjadi nobody. Bermula dari titik nol, mendadak dia menjadi seorang pahlawan, namun dia belajar bahwa rahasia tertinggi kehidupan adalah kertas putih yang kosong. Kembali kepada fitrah kemanusiaan kita.[/aswaja_big_letter]
Dalam Hikmah Kung Fu Panda (2) dikisahkan bagaimana Po berjuang untuk berdamai dengan masa lalunya. Setiap orang punya masa lalu, tapi hanya mereka yang bisa berdamai dengan masa lalunya yang akan bisa beranjak menyongsong masa depan. Po yang terbuang di masa kecil sibuk mencari jati dirinya. Bara api di dalam dirinya harus dia padamkan untuk masuk pada ketenangan diri (inner peace). Berdamai dengan diri sebelum menebarkan perdamaian.
Dalam kisah selanjutnya, Po bertemu dengan ayahnya. Tapi ternyata proses mengenali diri dan menjadi diri sendiri tidaklah mudah. Pada saat yang sama, seorang penjahat dari dunia spiritual kembali hadir dan mengguncang dunia persilatan. Kai, nama tokoh ini, berusaha mengambil semua tenaga dalam (chi) para pendekar. Dia ingin menjadi yang terhebat.
Satu persatu ditaklukkannya. Yang tersisa hanya Po dan komunitas panda yang tak bisa apa-apa. Po sendiri masih bertanya-tanya siapa diri dia sebenarnya. Kalau dia Dragon Warrior mengapa dia tidak bisa melatih kung fu seperti Master Shifu? Kalau dia seorang Panda, mengapa dia tidak bisa hidup seperti gaya hidup seorang Panda? Bagaimana pula dia bisa melatih para Panda untuk melawan Kai?
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya. Proses pengenalan diri akan membawa kita pada sang Khaliq. Gelar tertinggi bukanlah sebagai profesor atau doktor; presiden atau khalifah. Maqam tertinggi bukanlah sebagai Rasul atau Nabi; Syekh, Kiai atau Mursyid. Gelar dan maqam tertinggi kita adalah sebagai hamba Allah. Itu sebabnya dalam QS al-Isra ayat pertama saat Allah menyuruh Nabi Muhammad berangkat Isra-Mi’raj, Allah memanggilnya sebagai “hamba”. Hanya pangkat tertinggi sebagai hamba yang bisa melesat sampai ke lokasi tertinggi yaitu sidratul muntaha.
Orang tua kita punya istilah unik, yaitu “tahu diri”. Mereka yang melanggar aturan dan adab biasa disebut dengan “tidak tahu diri”. Apa maksudnya kalau saya Nadirsyah Hosen melanggar aturan maka saya tidak tahu nama saya itu siapa? Bukan itu maksudnya. Mereka yang tidak tahu diri adalah mereka yang tidak sadar bahwa diri kita ini cuma hamba, dan seorang hamba tidak pantas melanggar aturan dari Sang Penguasa.
Film sekuel ketiga Kung Fu Panda sekali lagi mengajarkan kita untuk mencari dan mengenal diri kita. Kalau Po akhirnya sudah tahu siapa diri dia yang sebenarnya, maka jadilah diri sendiri. Jalani hidup dan profesi kita sebaik mungkin. Tidak perlu ingin jadi orang lain atau memainkan skenario orang lain terhadap diri kita.
Kalau Anda seorang ibu rumah tangga, jangan merasa hina ketika kawan-kawan Anda menjadi wanita karir. Jalanilah hidup Anda sebagai ibu rumah tangga dengan sebaik mungkin, yakinlah ada keberkahan di sana. Kalau Anda sudah tahu diri Anda siapa, Anda tahu untuk apa Anda lahir di dunia ini, jalanilah semuanya dengan sebaik mungkin. Anda bisa menjadi hamba Allah —maqam tertinggi— apapun profesi, tugas dan misi hidup anda.
Lantas bagaimana dengan Kai, yang hendak mengambil semua chi? Kalau Po sudah mengetahui siapa dirinya, maka Po tidak lagi membutuhkan apapun. Orang yang sudah selesai dengan dirinya, tidak membutuhkan pujian, tidak tumbang oleh cercaan. Jika Anda sadar bahwa hidup Anda sebagai hamba sudah berada di tanganNya, maka Anda tidak lagi membutuhkan siapapun dan apapun. Anda hanya menghamba padaNya saat Anda menulis, mengajar, mencari nafkah, merawat pasien, membangun jalan, dan lainnya.
Maka diberikanlah oleh Po semua chi yang dimilikinya kepada Kai. JikaAnda menginginkannya dariku, dan itu bisa membuat Anda puas, ambil-lah semuanya karena pada hakikatnya aku tidak memiliki apapun. Nasib tragis dialami oleh Kai. Keserakahannya untuk memiliki semua Chi berbalik menjadi malapetaka. Tubuhnya tidak sanggup menampung semuanya.
Keinginan telah menjadi penyakit utama karena manusia sungguh tidak tahu dimana batas keinginan itu. Yang hendak meraihnya akan terus bertarung hingga hancur. Yang sanggup melepaskan keinginan malah akan mendapati semuanya. Yang biasa terjadi adalah mereka yang tidak menginginkan malah diberi yang terbaik.
I lost everything I have,
found myself
(Jalaluddin Rumi).
Hanya dengan melepaskan semua keterikatan pada wujud dan materi, Anda akan menemukan diri Anda. Pada titik itu, Anda akan menemukan Tuhan. Dan Anda akan terus menghamba padaNya. Tidak lagi bisa berpaling. Tiada tuhan selain Allah. Tiada keinginan selain keinginan Allah. Tiada jalan menujuNya selain jalan yang disediakanNya. Tiada hawla dan tiada pula quwwata, selain milik dan ijinNya semata.
Tabik,
Nadirsyah Hosen