You are here:

Metode Tafsir dalam Islam

[aswaja_big_letter]Secara umum ada dua metode tafsir dalam Islam. Pertama, tafsir bir riwayah dan kedua tafsir bir ra’yi. Kita akan bahas satu persatu.[/aswaja_big_letter]

1. Tafsir bir riwayah

Maksudnya adalah tafsir yang dalam memahami kandungan ayat al-Qur’an lebih menitikberatkan pada ayat al-Qur’an dan riwayat hadis. Isi tafsir dengan metode ini penuh dengan riwayat hadis dan jarang sekali pengarang tafsir tsb. menaruh pemikirannya. Tafsir at-Thabari misalnya dianggap mewakili corak penafsiran model ini.

Yang paling baik dari tafsir jenis ini adalah mufassir yang menggunakan ayat Qur’an untuk menafsirkan ayat Qur’an yang lain. Atau dalam ungkapan bahasa arab disebut “Al-Qur’an yufassiruhu ba’dhuhu ba’dhan” (al-Qur’an itu menafsirkan sebagian ayatnya dengan sebagian ayat yang lain).

Dari model tafsir bir riwayat dikelompokkan lagi dua macam bentuk penafsirannya:

  • Tafsir at-tahlili, artinya mufassir (ahli tafsir) memulai kitab tafsirnya dari al-Fatihah sampai surat an-Nas. Ia uraikan tafsirnya menurut urutan surat dalam al-Qur’an. Semua kitab tafsir klasik mengikuti model ini.
  • Tafsir maudhu’i (tematis), artinya mufassir tidak memulai dari surat pertama sampai surat ke-114, melainkan memilih satu tema dalam al-Qur’an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Qur’an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut. Ambil contoh, kita ingin tahu apa makna Islam dalam al-Qur’an. Maka kita himpun semua ayat yang berisikan kata Islam (dan segala derivasinya) lalu kita tafsirkan. Jadi, tafsir model ini bersifat tematis. Konon metode seperti ini dimulai oleh Muhammad al-Biqa’i. Dari kalangan Syi’ah yang menganjurkan metode model ini adalah Muhammad Baqir as-Shadr. Pak Quraish Shihab adalah ahli tafsir Indonesia yang pertama kali memperkenalkan metode ini dalam tulisan-tulisannya di tanah air. Bukunya Wawasan al-Qur’an berisikan tema-tema penting dalam al-Qur’an yg dibahas dengan metode maudhu’i ini.

2. Tafsir bir ra’yi

Dari namanya saja terlihat jelas bahwa tafsir model ini kebalikan dengan tafsir bir riwayah. Ia lebih menitikberatkan pada pemahaman akal (ra’yu) dalam memahami kandungan nash. Tetap saja ia memakai ayat dan hadis namun porsinya lebih pada akal. Contoh tafsir model ini adalah Tafsir al-kasysyaf karya Zamakhsyari dari kalangan Mu’tazilah, tafsir Fakh ar-Razi, Tafsir al-Manar. de el el

Kalau mau dipilah lagi maka tafsir model ini bisa dibagi kedalam:

  • Tafsir bil ‘ilmi (seperti menafsirkan fenemona alam dengan kemudian merujuk ayat Qur’an)
  • Tafsir falsafi (menggunakan pisau filsafat utk membedah ayat Qur’an)
  • Tafsir sastra. Lebih menekankan aspek sastra dari ayat al-Qur’an. Model tafsir ini pada masa sekarang dikembangkan oleh Aisyah Abdurrahman (dia perempuan lho) atau terkenal dengan nama Bintusy Syathi. Alhamdulillah karya Bintusy Syathi ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebagai catatan, untuk kajian modern sekarang, sesungguhnya penggolongan secara kaku dan ketat tafsir bir riwayah dan bir ra’yi itu tak lagi relevan. Seperti tafsir-nya Bintusy Syathi setelah saya simak ternyata penuh dengan kandungan ayat Qur’an untuk memahami ayat lain. Begitu pula tafsir al-Manar, pada sebagian ayatnya terlihat keliberalan penulisnya tapi pada bagian ayat lain justru terlihat kekakuan penulisnya. Tafsir model maudhu’i (tematis) juga tak bisa secara kaku dianggap sebagai tafsir bir riwayah semata.

Lalu yang mana metode tafsir yang terbaik? Kitab tafsir mana yang paling baik?

Syeikh Abdullah Darraz berkata: “Al-Qur’an itu bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut manapun tetap memancarkan cahaya. Kalau saja anda berikan kesempatan pada rekan anda untuk melihat kandungan ayat Qur’an boleh jadi ia akan melihat lebih banyak dari yang anda lihat.”

Jadi? Tak usah khawatir mana yang terbaik… Semua metode tafsir bertujuan menyingkap cahaya al-Qur’an.