You are here:

Tujuh Pendekar Fiqh dari Madinah

Kalau anda penggemar serial silat Legenda Pendekar Pemanah Rajawali, anda pasti ingat bahwa pendekar Kwee Cheng pertama kali berguru kepada tujuh pendekar aneh dari kota Kanglam. Nah, kali ini saya mau cerita tentang tujuh pendekar fiqh dari kota Madinah. Gak nyambung? Biarin aja!

Tujuh fuqaha dari Madinah ini merupakan bagian penting dari sejarah perkembangan hukum Islam. Mereka adalah para Tabi’in yang berguru kepada para Sahabat Nabi yang masih tinggal di kota Madinah. Keberadaan mereka mendahului 4 mazhab fiqh yang kita kenal (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Sayangnya kiprah mereka jarang dibahas.

Tujuh Fuqaha Madinah ini jagoan fiqh pada masanya. Mereka menjadi rujukan umat. Pada tahun-tahun menjelang mereka wafat, barulah lahir Imam Malik bin Anas. Jadi, boleh dibilang kiprah ketujuh fuqaha Madinah ini kelak diteruskan oleh Imam Malik. Berarti yang kita tengah bahas ini adalah periode sebelum lahirnya mazhab Maliki di Madinah.

Pengaruh ketujuh fuqaha tidak hanya terbatas pada Imam Malik, karena kita pun ingat bahwa Imam Syafi’i pernah berguru kepada Imam Malik. Imam Ahmad bin Hanbal kemudian berguru pada Imam Syafi’i. Artinya, pengaruh ketujuh fuqaha menyebar ke pemuka ulama Hijaz dan ketiga mazhab (Maliki, Syafi’i dan Hanbali).

Siapa saja ketujuh pendekar fiqh kota Madinah ini? Enam nama disepakati, yaitu:

1. Al-Qasim bin Muhammad
2. Sulaiman bin Yasar
3. Sa’id bin al-Musayyab
4. ‘Ubaydillah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud
5. ‘Urwah bin Zubair
6. Kharijah bin Zaid bin Tsabit

Nama ketujuh diperselisihkan oleh para ulama. Kandidat nomor tujuh ini:
– Menurut al-Hakim, namanya adalah Abu Salamah bin Abdurrahman.
– Menurut Ibn al-Mubarak, namanya adalah Salim bin Abdullah bin Umar
– Menurut Abi al-Zinad, namanya adalah Abu Bakr bin Abdurrahman
(Demikian yang saya baca dari tesis master Fiqh al-Fuqaha as-Sab’ah wa Atsaruh fi Fiqh al-Imam Malik, tahun 1971, hal 23)

Muhammad Abu Zahrah memilih Abu Bakr bin Abdurrahman sebagai nama ketujuh, seperti yang beliau kupas di kitab beliau yang berjudul Malik: hayatuhu wa asruhu – arauhu wa fiqhuhu, hal 165. Begitu juga dengan Ibn Qayyim dalam I’lam al-Muwaqi’in, 1/41, memilih Abu Bakr bin Abdurrahman sebagai nama ketujuh.

Pemuka utama dari tujuh pendekar fiqh Madinah di atas adalah Sa’id bin Musayyab. Beliau menyibukkan diri dalam urusan fiqh. Ramai orang bertanya kepadanya soal fiqh, dan beliau menjawabnya. Namun ketika ditanya soal tafsir, beliau menyerahkan jawabannya kepada ulama lain, yaitu Ikrimah. Begitulah tawadhu’nya beliau.

Sa’id bin Musayyab seorang Tabi’in karena beliau masih betemu dengan sejumlah Sahabat Nabi Saw. Beliau berguru kepada Zaid bin Tsabit, bahkan menikahi anak perempuannya Abu Hurairah. Gak heran Sa’id banyak meriwayatkan Hadits dari mertuanya ini.

‎وكان سعيد بن المسيَّب صِهْرَ أبي هريرة، زَوَّجه أبو هريرة ابنتَه، وكان إذا رآه قال: أسال اللَّه أن يجمع بيني وبينك في سوق الجنة ولهذا أكثر عنه من الرواية.

Sang Mertua (sahabat Nabi Abu Hurairah) saat bertemu Sang Menantu (Sa’id bin Musayyab) berkata: “Aku berdoa kepada Allah agar mengumpulkan kita berdua kelak di pasar surga.” Riwayat ini ada dalam Sunan at-Tirmidzi Hadits Nomo 4327. Ini mertua dan menantu akrab banget yah. Yang jomblo gak usah ngiriiii hehehhe

Yang menarik, Sa’id ini juga fans berat Umar bin Khattab dan banyak belajar tentang fiqh Umar (yang sering kontroversial itu) dari sejumlah sahabat dan murid Umar. Sehingga sejumlah ulama saat itu menganggap Sa’id-lah penerus legasi keilmuan Umar bin Khattab. Sa’id berkata: “Tidak satupun yang aku ketahui tentang perkara setelah Rasulullah kecuali aku tahunya dari Umar bin Khattab.” Begitu cara Sa’id menghormati keilmuan Umar bin Khattab, padahal kita tahu Sa’id juga berguru kepada mertuanya dan sahabat Nabi lainnya.

Gimana dengan nama-nama lainnya? Ibn Qayyim dalam I’lam al-Muwaqi’in mencatat:

‎قال جعفر بن ربيعة: قلت لعِرَاك بن مالك: مَنْ أفقه أهل المدينة؟ قال: أما أفقههم فقهًا، وأعلمهم بقضايا رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم-، وقضايا أبي بكر، وقضايا عمر، وقضايا عثمان، وأعلمهم بما مضى عليه الناس فسعيد بن المسيب؛ وأما أغزرهم حديثًا فعروة بن الزبير، ولا تشاء أن تَفْجُر من عبيد اللَّه [بن عبد اللَّه بن عتبة بن مسعود] بحرًا إلا فَجرته.

Ja’far bin Rabiah bertanya kepad Iraki bin Malik: “Siapa yang paling jago fiqh di Madinah? Beliau menjawab: yang paling paham fiqh dan paling paham keputusan Rasulullah Saw, keputusan Abu Bakr dan Umar, serta Utsman, dan kondisi umat adalah Sa’id bin Musayyab. Yang paling paham Hadits adalah ‘Urwah bin Zubair., dan ilmunya yang paling dalam sedalam lautan adalah ‘Ubaydillah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud.

Nama-nama hebat dari ketujuh pendekar fiqh di Madinah juga bukan keluarga sembarangan. ‘Urwah bin Zubair adalah keponakan istri Nabi, Siti ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Kharijah adalah putra sahabat Nabi Zaid bin Tsabit yang merupakan penulis wahyu. Al-Qasim bin Muhammad adalah cucu sahabat Nabi: Abu Bakr, dan sekaligus juga keponakan Siti Asiyah Radhiyallahu ‘Anha. Ubaydillah adalah keturunan Sahabat Nabi: Utbah bin Mas’ud, saudaranya Abdullah bin Mas’ud.

Ketujuh pendekar fiqh dari Madinah ini merupakan penjaga gawang tradisi kenabian di Madinah pada periode awal Tabi’in. Mereka tidak menulis kitab. Fatwa-fatwa mereka tersebar dalam sejumlah riwayat. Pendapat hukum mereka belum diformulasikan secara metodologis. Nanti pada periode Imam mazhab, hukum Islam semakin berkembang. Namun jelas kita berhutang banyak pada kiprah dan sepak terjang ketujuh pendekar fiqh dari Madinah ini. Lahumul Fatihah….

Tabik,

Nadirsyah Hosen