Berulangkali tulisan, ceramah maupun vlog saya dipelintir oleh para haters yang dasarnya adalah kebencian, dan ini yang menyebabkan mereka gagal paham. Saya ingin kasih 3 contoh saja:
Pertama, beberapa waktu lalu ada seorang ibu di sebuah pengajian di Australia yang menganggap saya mengatakan membaca al-Qur’an itu tidak penting buat mahasiswa. Tentu saja ini tuduhan serius. Saya mengasuh majelis khataman al-Qur’an setiap bulan sejak tahun 2005 di Brisbane, kemudian di kota Wollongong dan sekarang di Melbourne. Selepas khataman Qur’an saya lanjutkan dengan pengajian tafsir. Pesertanya mahasiswa dan juga masyarakat umum. Jadi bagaimana mungkin saya dianggap mengatakan membaca al-Qur!an itu tidak penting? Dua belas tahun saya mengajak kawan-kawan untuk khataman Qur’an setiap bulannya! Ini fakta yang terang benderang.
Ibu itu keliru memahami salah satu ceramah saya tentang melakukan prioritas amal. Saya sampaikan: kalau anda masih pelajar atau mahasiswa, maka amalan utama itu adakah belajar dan menyelesaikan sekolah anda dengan baik, bukan riyadhah amalan wirid, atau baca Qur’an seharian. Kalau anda seorang pengusaha, amalan prioritas buat anda itu banyak bersedekah, bukan malah duduk berzikir di masjid. Kalau anda seorang ulama, maka amalan utama itu ya berzikir dan mengaji. Sekarang ini kok semuanya mau jadi ulama? Lantas siapa yang akan menjadi ilmuwan dan menjadi pengusaha?
Apakah mereka dilarang melalukan ibadah sunnah di atas? Tentu tidak. Namun masing-masing punya amalan prioritas, sesuai amanah dan kondisinya. Kalau anda sedang dapat amanah menyeleaikan disertasi, maka selesaikan disertasi, bukan malah ‘ngeles’ dengan mengerjakan amalan lainnya. Belajar dan bekerja itu juga bagian dari ibadah.
Itu konteks pembicaraan saya. Berbeda jauh kan dengan pelintiran jamaah tersebut?
Kedua, saya menyampaikan di vlog saya: “apapun aliran anda, dan siapapun anda, mari kita berusaha untuk terus menjadi orang baik!” Ajakan yang simpatik ini justru dipersoalkan oleh sebagian mahasiswa UIN Pekanbaru. Ada yang bilang kalimat saya benar tapi bertujuan batil. Mereka mempertanyakan “baik menurut siapa?” Atau “mau mengarahkan kebaikan ke versi siapa? Versi liberal?” Ada yang bilang: “Inilah cara halus Nadirsyah Hosen menggiring orang masuk paham liberal!”
Saya terus terang bingung dengan reaksi mereka: mengajak berbuat baik saja kok dipelintir kesana-kemari yah? Dan apa hubungannya dengan liberal? Konteks ucapan saya adalah: Ada Muslim yang berbuat baik. Ada pula yang tidak berbuat baik. Begitu juga dengan pemeluk agama lain. Maka mari kita semua, apapun agama kita, berusaha untuk terus berbuat baik. Kalau anda Muslim, jaidlah Muslim yang baik. kalau anda Hindu, jadilah orang Hindu yang baik. Kalau anda orang Indonesia, jadilah warga negara yang baik. Begitu seterusnya. Berbuat baiklah kepada sesama, siapapun anda, dan siapapun mereka. Begitu sulitkah memahami konsep berbuat baik ini sampai harus dipelintir kesana kemari?
Ketiga, beberapa waktu lalu ada yang yakin saya pasti masuk neraka karena saya dianggap menghina Nabi Muhammad. Apa pasal? Saya mentwit bahwa “Yg ngotot mau Islam murni spt jaman Rasul ada baiknya introspeksi diri: dulu Rasul cebok pakai batu, ente mau gitu juga sekarang? Mikirr”
Sejumlah pihak menuduh saya menghina Nabi karena mengatakan Nabi cebok dengan batu. Kemudian digoreng dan dipelintir sedemikian rupa twit saya dan dikepcer disebar kemana-mana. Konteks pembicaraan tidak mereka pahami dan tidak diikutsertakan dalam twit saya yang dikepcer itu. Buat sebagian pihak yang penting mereka bisa membunuh karakter saya; masalah konteks dan kebenaran isi twit mereka gak peduli. Entah mereka belajar akhlak Islam dimana yah?
Konteks kicauan saya di twitter itu adalah soal sebagian pihak yang ingin 100% praktek Islamnya seperti jaman Rasul tanpa memilah mana yang memang wajib kita ikuti dan mana yang berupa anjuran dan mana yang kita bisa modifikasi sesuai perkembangan jaman. Untuk mereka itulah saya ingatkan bahwa di jaman Nabi beliau SAW cebok dengan 3 batu. Kalau kita tidak paham ilmunya dan hanya mau mengikuti apapun yang Rasul perbuat ya silakan sekarang mereka cebok dengan 3 batu.
Tapi kan sekarang air banyak? Jaman Nabi air susah? Exactly this is my point. Berarti anda sudah memikirkan perbedaan situasi dan kondisi. Hal ini yang sering ditolak oleh mereka yang menganut paham Islam murni: mereka tidak peduli dengan perbedaan situasi. Nah, twit saya itu meminta mereka berpikir dengan memberi contoh yang praktis. Mungkin mereka kaget dengan contoh praktis yang menohok ini. Karena gak bisa bantah, akhirnya marah-marah dan fitnah sana-sini.
Lantas kenapa saya dianggap menghina Rasul dengan mengatakan Rasul dulu cebok dengan 3 batu. Ada yang menganggap kata cebok tidak pantas. Anda buka Kamus sajalah, istinja itu diterjemahkan sebagai cebok. Jadi kalau istinja karena bahasa Arab dianggap sopan, tapi kalau pakai bahasa Indonesia cebok dianggap gak sopan? Sebagian lagi ternyata menganggap saya berbohong bahwa Nabi pernah cebok (maaf, istinja yah?) dengan batu. Ini penghinaan, kata mereka. Tidak benar Nabi pernah cebok dengan batu. Nadirsyah Hosen mengarang cerita untuk menyesatkan umat dan menistakan Nabi!
Ternyata kawan-kawan kita itu belum pernah belajar bab istinja (cebok). Mereka tidak tahu sekian banyak Hadis Nabi yang shahih menceritakan Nabi pernah cebok dengan batu dan pernah juga dengan air. Masalah ini dibahas oleh kitab fiqh dengan detil. Yang pernah belajar di madrasah pasti paham. Jadi, sekali lagi, dimana menghinanya? Kok dipelintir kesana kemari: sampai yakin sekali saya bakal masuk api neraka?
Kalau gitu kita ngaji bab cebok dulu deh dari kitab fiqh, al-Umm karya Imam Syafi’i –biar pada ngeh bahwa saya tidak mengada-ngada, apalagi menghina Nabi. Berani antum bilang Imam Syafi’i bohong dan menghina Nabi karena membahas Nabi cebok dengan batu?
Ayo ngaji duluuuuu
Bab Istinja (cebok)
Dari kitab al-Umm karangan Imam Syafi’i
[aswaja_arabic display=”inline”] أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: «إنَّمَا أَنَا لَكُمْ مِثْلُ الْوَالِدِ فَإِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إلَى الْغَائِطِ فَلَا يَسْتَقْبِلُ الْقِبْلَةَ وَلَا يَسْتَدْبِرُهَا بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ وَلْيَسْتَنْجِ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ» وَنَهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ وَأَنْ يَسْتَنْجِيَ الرَّجُلُ بِيَمِينِهِ. أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو وَجْزَةَ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ فِي الِاسْتِنْجَاءِ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ وَنَهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ وَأَنْ يَسْتَنْجِيَ الرَّجُلُ بِيَمِينِهِ وَالثَّلَاثَةُ الْأَحْجَارُ لَيْسَ فِيهِنَّ رَجِيعٌ (قَالَ الشَّافِعِيُّ) : فَمَنْ تَخَلَّى أَوْ بَالَ لَمْ يُجْزِهِ إلَّا أَنْ يَتَمَسَّحَ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ أَوْ آجُرَّاتٍ أَوْ مَقَابِسَ أَوْ مَا كَانَ طَاهِرًا نَظِيفًا مِمَّا أَنْقَى نَقَاءَ الْحِجَارَةِ إذَا كَانَ مِثْلَ التُّرَابِ وَالْحَشِيشِ وَالْخَزَفِ وَغَيْرِهَا. (قَالَ) : وَإِنْ وَجَدَ حَجَرًا أَوْ آجُرَّةً أَوْ صِوَانَةً لَهَا بِثَلَاثِ وُجُوهٍ فَامْتَسَحَ بِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهَا امْتِسَاحَةً كَانَتْ كَثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ امْتَسَحَ بِهَا فَإِنْ امْتَسَحَ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَعَلِمَ أَنَّهُ أَبْقَى أَثَرًا لَمْ يُجْزِهِ إلَّا أَنْ يَأْتِيَ مِنْ الِامْتِسَاحِ عَلَى مَا يَرَى أَنَّهُ لَمْ يُبْقِ أَثَرًا قَائِمًا فَأَمَّا أَثَرٌ لَاصِقٌ لَا يُخْرِجُهُ إلَّا الْمَاءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ إنْقَاؤُهُ؛ لِأَنَّهُ لَوْ جَهِدَ لَمْ يُنَقِّهِ بِغَيْرِ مَاءٍ.[/aswaja_arabic]
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku bagaikan bapak kalian, (maka aku beritahukan) jika kalian hendak membuang hajat janganlah menghadap kiblat dan tidak pula membelakanginya baik buang air besar atau kecil, dan hendaklah kamu cebok dengan tiga batu”. Dalam riwayat lain disebutkan, “saat cebok, pakailah 3 batu, dilarang pakai kotoran hewan, atau tulang dan jangan pula cebok menggunakan tangan kanan“.
Berkata Imam Syafi’i: “sesiapa yang buang air besar atau kecil maka cukup baginya mengusap dengan tiga batu tiga kali, bisa pakai batu bata, kayu bakar, atau barang yang suci dan bersih yang bisa membersihkan seperti tanah, rumput, tembikar dan yang lainnya. Dan jika ia menemukan sebuah batu yang memiliki tiga sisi lalu mengusap dengan masing-masing sisi maka itu sama dengan tiga batu. Tapi kalau masih ada bekas kotorannya, maka itu tidak cukup kecuali mengusapnya kembali hingga bersih tak terlihat kotorannya lagi. Kalau bekas kotoran itu tidak bisa hilang kecuali dengan air, maka harus dibersihkan dengan air.”
Demikian klarifikasi saya terhadap tiga kasus pelintirisasi. Masih banyak sebenarnya ucapan atau tulisan saya yang dipelintir. Bahkan ada pula yang menganggap saya berkata sesuatu dan memaki-maki saya karena ucapan itu, padahal saya tidak pernah bicara demikian. Kenapa anda tidak tabayun saja sih? Kebencian itu merusak kebeningan hati dan kejernihan akal pikiran.
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School