You are here:

Klarifikasi Nadirsyah Hosen Soal Buih

Ada pihak yang berperan untuk menenangkan umat. Ada yang ambil peran lain yaitu untuk memenangkan umat. Saya selalu ambil peran yang terakhir ini, yaitu bagaimana umat ini cerdas dan menang secara kualitas. Tidak sekedar bangga dengan jumlah. Term buih yang saya maksud ditujukan kepada kerumunan (cek lagi twit saya), bukan pada individu. Respon sebagian pihak itu seolah saya merendahkan kualitas individu yang berada di sana. Keliru!

Yang saya soroti adalah strategi pergerakan umat. Berkerumun itu membuat gerakan umat mudah terbaca, mudah diombang-ambingkan dan mudah dimanfaatkan. Ngurusi 1 orang saja kita harus mengeluarkan resources umat yang terbatas ini sampai ratusan miliar rupiah untuk 3 kali aksi, termasuk biaya pengamanan TNI/Polri.

Kita masih berupa kerumunan, belum strategis, taktis dan visioner. Yang disebut pemimpin umat sekarang adalah mereka yang lantang berteriak dan mengumpulkan kerumunan. Gak usah pakai dalil dan riset. Cukup bisa teriak mengumpulkan kerumunan maka dia dianggap pemimpin. Pada titik ini saya ingatkan lewat twit saya agar jangan berbangga dengan jumlah yang sudah diingatkan Nabi dengan istilah ‘bagai buih’. Kita harus mulai geser cara pandang dari kuantitas ke kualitas.

Mengenai hadis soal buih, sudah saya tulis penjelasannya dan dimuat di website ini. (http://nadirhosen.net/tsaqofah/tarikh/192-bagaikan-buih-semata)

Itu yang sebenarnya saya maksud. Saya bicara strategi pergerakan meningkatkan kualitas umat menegakkan kembali peradaban Islam yang porak-poranda.

Tapi bukankah yang hadir di monas juga banyak orang-orang yang berkualitas? Betul. Tapi sekali lagi yang saya soroti bukan individu tapi kerumunan-nya. Jadi saya tidak merendahkan para tokoh dan ulama yang hadir. Fokus saya pada strategi dan kualitas umat secara umum. Al-‘ibrah bi umumil lafz la bi khususis sabab. Ini bukan seperti yang disangka sebagian pihak: al-‘am urida bihi al-khas (kalimat kerumunan itu umum dan bermakna umum, bukan khusus ke individu).

Banyak netizen mencaci maki saya. Gak apaapa, saya terima. Perlu ada orang yang “tega” mengingatkan umat. Saya sediakan diri saya menjadi samudera yang menampung keluh kesah, sumpah serapah dan caci maki para buih. Mungkin ini caraNya Allah mengingatkan kita semua agar kita lebih taktis, stategis dan efektif membangun kembali peradaban Islam agar buih bisa berubah menjadi gelombang dahsyat 🙏 Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Salam ta’zim dan mohon maaf,

 

Hamba Allah yang dha’if dan faqir
Nadirsyah Hosen


tweet1tweet2tweet3tweet4