“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi AWLIYA dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
Mari kita jujur pada keilmuan kita, dan jangan ikut-ikutan main politik. Setelah sebelumnya gagal mempolitisir terjemahan QS al-Maidah:51, kali ini sebagian pihak terus menerus mengangkat terjemahan QS al-Nisa:138-139 dengan melabeli muslim yang pilih kandidat non-Muslim sebagai munafik. Masalahnya, kata “awliya” baik dalam QS al-Maidah:51 maupun QS al-Nisa:139 sama-sama tidak bicara soal pemimpin.
Parahnya lagi banyak yang tidak bisa membedakan teks asli al-Qur’an dalam bahasa Arab, dengan terjemahannya. Yang ngotot mengatakan orang lain munafik karena memilih pemimpin non-Muslim itu ternyata hanya pakai terjemahan satu versi, padahal terjemahan lainnya tidak mengatakan Awliya sebagai pemimpin. Kok ngotot gara-gara terjemahan? Ironis bukan?
Mari lihat sendiri Qur’an terjemahan di rumah masing-masing. Cek QS al-Nisa ayat 139. Apa terjemahannya? Cek juga terjemahan dalam berbagai bahasa lain, nanti kita akan terkejut membacanya.
Pelacakan saya terhadap kitab-kitab tafsir klasik saya belum menemukan yang mengartikan awliya dalam QS al-Nisa ayat 139 sebagai pemimpin. Umumnya mereka mengartikannya sebagai teman setia, pelindung, penolong atau sekutu. Akan ada yang protes: Kalau sebagai teman setia saja tidak boleh apalagi sebagai pemimpin? Sampai di sini anda sudah ngeles dengan memakai logika yang tidak sahih. Katanya anda ingin berpegang pada al-Qur’an dan membela ulama, kenapa setelah ditunjukkan penjelasan para ulama, anda justru memakai logika? Ini namanya memaksakan logika anda untuk menarik-narik ayat al-Qur’an agar sesuai dengan kepentingan politik anda. Dengan kata lain, anda tidak membela al-Qur’an tetapi membela logika anda sendiri.
Tafsir al-Thabari mengartikan awliya pada ayat ini sebagai penolong dan kekasih, bukan pemimpin. Kata “kafir” dalam QS al-Nisa ayat 139 ini menurut Ibn Abbas ditujukan kepada Yahudi. Tafsir Khozin juga berpendapat serupa. Sayyid Thantawi menguatkan pendapat Ibn Abbas ini. Kalau kita mengikuti alur ketiga kitab tafsir ini, yang secara khusus dilarang adalah menjadikan Yahudi di Madinah saat itu sebagai penolong dan pelindung serta teman setia, bukan semua orang kafir.
Tafsir al-Qurtubi mengatakan awliya dalam ayat ini konteksnya membantu dalam amalan yang berkenaan dengan agama. Tafsir al-Munir juga mengatakan hal yang sama. Itu artinya, kalau kita ikuti alur kedua kitab tafsir ini, berhubungan baik dengan non-Muslim di luar masalah agama, seperti bermuamalah, bertetangga, bekerja, transaksi, dll, dibenarkan oleh Islam. Kedua Tafsir ini –yang satu klasik, dan yang satunya modern– mengutip riwayat Nabi yang saat hendak berjihad didatangi seorang musyrik yang hendak membantu Nabi dalam jihadnya itu. Tawaran bantuan orang Musyrik ini ditolak oleh Nabi (HR Abu Dawud). Jadi, inilah konteks yg dimaksud QS al-Nisa ayat 139, bukan soal kepemimpinan.
Saya terus terang tidak keberatan siapapun yang menang. KH Mar’ruf Amin sudah menegaskan bahwa beliau pun rela dan akan menerima siapapun yang menang dalam proses Pilkada yang demokratis, transparan dan jujur. Saya tidak keberatan Anies-Sandi yang menang. Saya pun akan menerima kalau Ahok-Djarot yang menang. Yang penting semuanya rukun, damai, dan menegakkan politik etis tanpa mempolitisir ayat suci, bertarung dengan elegan, menawarkan program yang bermanfaat buat rakyat, dan menang secara terhormat.
Pada saat yang sama umat harus terus diedukasi dan diberi pencerahan akan makna dan kandungan ayat al-Qur’an sesuai tafsir para ulama, bukan pakai logika dan kepentingan para politisi. Setiap upaya mereduksi ayat suci ke dalam kubangan politik kotor harus kita lawan. Setiap upaya pembodohan terhadap umat dengan semata hendak membangkitkan emosi massa harus kita tangkal. Setiap penafsiran dan penerjemahan yang tidak sesuai dengan qawa’id tafsir harus kita jelaskan dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar. Mari kita jujur pada keilmuan kita!
10 rujukan kitab Tafsir saya cantumkan di bawah ini (monggo kalau ada yang berkenan melengkapi referensi ini):
1. Tafsir al-Thabari:
[aswaja_arabic display=”inline”]دِينِي أَوْلِيَاءَ: يَعْنِي أَنْصَارًا وَأَخِلَّاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ , يَعْنِي: مِنْ غَيْرِ الْمُؤْمِنِينَ {أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ} [النساء: ١٣٩] [/aswaja_arabic]
2. Tafsir al-Qurthubi:
[aswaja_arabic display=”inline”]وَتَضَمَّنَتِ الْمَنْعَ مِنْ مُوَالَاةِ الْكَافِرِ، وَأَنْ يُتَّخَذُوا أَعْوَانًا عَلَى الْأَعْمَالِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالدِّينِ. وَفِي الصَّحِيحِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْمُشْرِكِينَ لَحِقَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَاتِلُ مَعَهُ، فَقَالَ لَهُ: (ارْجِعْ فَإِنَّا لَا نَسْتَعِينُ بِمُشْرِكٍ). [/aswaja_arabic]
3. Tafsir Ibn Abbas:
[aswaja_arabic display=”inline”]ثمَّ بيَّن صفتهمْ فَقَالَ {الَّذين يَتَّخِذُونَ الْكَافرين} يَعْنِي الْيَهُود {أَوْلِيَآءَ} فِي العون والنصرة {مِن دُونِ الْمُؤمنِينَ} المخلصين {أَيَبْتَغُونَ} أيطلبون {عِندَهُمُ} عِنْد الْيَهُود {الْعِزَّة} الْقُدْرَة والمنعة {فَإِنَّ الْعِزَّة} المنعة وَالْقُدْرَة {لِلَّهِ جَمِيعاً} [/aswaja_arabic]
4. Tafsir al-Tsa’labi:
[aswaja_arabic display=”inline”]ثم وصف المنافقين فقال { ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ } أنصاراً وبطانة { مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلْعِزَّةَ } يعني الرفد والمعونة والظهور على محمّد وأصحابه.[/aswaja_arabic]
5. Tafsir Hasyiah al-Shawi:
[aswaja_arabic display=”inline”]قوله: { أَوْلِيَآءَ } أي أصحاباً يوالونهم ويستعزون بهم، لزعمه أن الكفار لهم اليد العليا، وأن الإسلام سيهدم لقلة أهله. [/aswaja_arabic]
6. Tafsir al-Munir:
[aswaja_arabic display=”inline”]وتضمنت الآية المنع من موالاة الكفار، وأن يتخذوا أعوانا على الأعمال المتعلقة بالدين. وفي الصحيح عن عائشة رضي الله عنها أن رجلا من المشركين لحق بالنبي صلّى الله عليه وسلّم يقاتل معه، فقال له: «ارجع فإنا لا نستعين بمشرك» [/aswaja_arabic]
7. Tafsir al-Wasith Sayyid Thantawi:
[aswaja_arabic display=”inline”]والمراد بالكافرين هنا: اليهود – على أرجح الأقوال – فقد حكى عن المنافقين أنهم كانوا يقولون: إن أمر محمد صلى الله عليه وسلم لن يتم فتولوا اليهود، ولأن غالب سكان المدينة – من غير المسلمين – كان من اليهود وقوله { مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ } حال من فاعل يتخذون. أى: يتخذون الكفار أنصارا لهم حالة كونهم متجاوزين ولاية المؤمنين ونصرتهم. [/aswaja_arabic]
8. Tafsir al-Qasimi:
[aswaja_arabic display=”inline”]ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلْمُؤْمِنِينَ } أي: يتخذونهم أنصاراً مجاوزين موالاة المؤمنين [/aswaja_arabic]
9. Tafsir al-Khozin:
[aswaja_arabic display=”inline”]ثم وصف الله تعالى المنافقين فقال تعالى: الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ يعني يتخذون اليهود أولياء وأنصارا وبطانة من دون المؤمنين وذلك أن المنافقين كانوا يقولون إن محمدا لا يتم أمره فيوالون اليهود فقال الله تعالى ردا على المنافقين: أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ يعني يطلبون من اليهود العزة والمعونة والظهور على محمد صلّى الله عليه وسلّم وأصحابه فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعاً [/aswaja_arabic]
10. Tafsir al-Sya’rawi:
[aswaja_arabic display=”inline”]وأول مظهر من مظاهر النفاق أن يتخذ المنافقُ الكافرَ ولياً له؛ يقرب منه ويوده، ويستمد منه النصرة والمعونة، والمؤانسة؛ والمجالسة، ويترك المؤمنين. [/aswaja_arabic]
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School