Penjelasan di bawah ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: benarkah yang dimaksud dengan “ghairil maghdhubi ‘alayhim“ itu Yahudi dan “wa ladh dhallin” itu Nasrani?
Al-Fatihah ayat 7
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.
Umumnya para ahli tafsir menjawab iya.
Tafsir al-Mawardi mengatakan ini pendapat mayoritas ulama tafsir.
وأما قوله: { غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ } فقد روى عن عديِّ بن حاتم قال: سألتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، عن المغضوب عليهم، فقال: ” هُمُ اليَهُود ” وعن الضالين فقال: ” هُمُ النَّصارى “. وهو قول جميع المفسرين.
Bahkan Ibn Katsir mengutip Ibnu Abu Hatim yang mengatakan bahwa dia belum pernah mengetahui di kalangan ulama tafsir ada perselisihan pendapat mengenai makna ayat ini.
Namun pelacakan saya menunjukkan ada sejumlah mufassir yang punya tafsiran berbeda. Mari kita selami samudera tafsir para ulama soal ini.
Pertama, para mufassir mencoba menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “dimurkai” dan “sesat”. Ibn Tafsir dan lainnya mengatakan Orang-orang yang dimurkai adalah mereka yang telah rusak karena mereka sebenarnya mengetahui perkara yang haq, tetapi menyimpang darinya. Sementara mereka yang sesat adalah orang-orang yang tidak memiliki ilmu, akhirnya mereka bergelimang dalam kesesatan, tanpa mendapatkan hidayah kepada jalan yang haq (benar).
Lantas timbul pertanyaan, siapakah contoh kedua golongan ini? Ibn Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan riwayat yang berisi jawaban Nabi Muhammad Saw.
ذكرها أبو عبيد وسعيد بن منصور بإسناد صحيح ، وهي للتأكيد أيضا وروى أحمد وابن حبان من حديث عدي بن حاتم أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال : المغضوب عليهم اليهود ، ولا الضالين النصارى هكذا أورده مختصرا ، وهو عند الترمذي في حديث طويل . وأخرجه ابن مردويه بإسناد حسن عن أبي ذر ، وأخرجه أحمد من طريق عبد الله بن شقيق أنه أخبره من سمع النبي – صلى الله عليه وسلم – نحوه ،
Ada riwayat yang berbeda namun secara umum, menurut Ibn Hajar, jawaban Nabi bahwa yang dimurkai itu adakah Yahudi dan yang sesat itu adalah Nasrani. Riwayatnya sahih dan ada pula yang hasan.
Bahkan banyak ulama tafsir, seperti Zamakhsyari dalam al-Kasyaf, menyebutkan rujukan lain dalam al-Qur’an untuk menguatkan pendapat ini, yaitu al-Maidah:60 dan al-Maidah:77. Itulah sebabnya mayoritas ulama tafsir mengikuti pendapat ini.
Namun sebagian ahli tafsir memiliki pandangan lain.
Tafsir al-Maturidi menganggap “yang dimurkai” dan “yang sesat” itu satu golongan. Bukan dua golongan yang berbeda. Karena sesat itu pasti dimurkai, dan orang yang dimurkai Allah, pasti berada di jalan kesesatan. Hanya saja ketika menyebutkan contohnya, kitab tafsir al-Maturidi mengutip pendapat yang bilang bahwa maksudnya itu Yahudi. Dia tidak menyebut Nasrani.
Saya sodorkan Tafsir al-Qurthubi yang merekam pendapat yang berbeda:
وقيل:” المغضوب عليهم” المشركون. و” الضالين” المنافقون. وقيل:” المغضوب عليهم” هو من أسقط فرض هذه السورة في الصلاة، و” الضالين” عن بركة قراءتها. حكاه السلمي في حقائقه والماوردي في تفسيره، وليس بشيء. قال الماوردي: وهذا وجه مردود، لأن ما تعارضت فيه الأخبار وتقابلت فيه الآثار وانتشر فيه الخلاف، لم يجز أن يطلق عليه هذا الحكم. وقيل:” المغضوب عليهم” باتباع البدع، و” الضالين” عن سنن الهدى. قلت: وهذا حسن، وتفسير النبي صلى الله عليه وسلم أولى وأعلى وأحسن
Ada yang berpendapat bahwa “yang dimurkai” itu adalah orang-orang Musyrik. Dan “yang sesat” itu adalah orang Munafik. Namun Imam Mawardi dalam kitab tafsirnya membantah pendapat ini dan mengatakan pendapat ini tertolak. Ada juga yang berpendapat bahwa “yang dimurkai” itu mereka yang mengikuti perbuatan bid’ah. Dan yang “sesat” itu yang menyimpang dari petunjukNya. Imam Qurthubi menyimpilkan bahwa pendapat ini baik-baik saja, tapi tafsir dari Nabi itu yang lebih utama dan lebih baik.
Diskusi lain terdapat dalam Tafsir ar-Razi:
الْفَائِدَةُ الْأُولَى: الْمَشْهُورُ أَنَّ الْمَغْضُوبَ عَلَيْهِمْ هُمُ الْيَهُودُ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ} [الْمَائِدَةِ: 60]، {وَالضَّالِّينَ}: هُمُ النَّصَارَى، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيراً وَضَلُّوا عَنْ سَواءِ السَّبِيلِ} [الْمَائِدَةِ: 77] وَقِيلَ: هَذَا ضَعِيفٌ، لِأَنَّ مُنْكِرِي الصَّانِعِ وَالْمُشْرِكِينَ أَخْبَثُ دِينًا مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَكَانَ الِاحْتِرَازُ عَنْ دِينِهِمْ أَوْلَى، بَلِ الْأَوْلَى أَنْ يُحْمَلَ الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمْ عَلَى كُلِّ مَنْ أَخْطَأَ فِي الْأَعْمَالِ الظَّاهِرَةِ وَهُمُ الْفُسَّاقُ، وَيُحْمَلُ الضَّالُّونَ عَلَى كُلِّ مَنْ أَخْطَأَ فِي الِاعْتِقَادِ لِأَنَّ اللَّفْظَ عَامٌّ وَالتَّقْيِيدُ خِلَافُ الْأَصْلِ، وَيُحْتَمَلُ أَنْ يُقَالَ: الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمْ هُمُ الْكُفَّارُ، وَالضَّالُّونَ هُمُ الْمُنَافِقُونَ، وَذَلِكَ لِأَنَّهُ تَعَالَى بَدَأَ بِذِكْرِ الْمُؤْمِنِينَ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِمْ فِي خَمْسِ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ الْبَقَرَةِ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِذِكْرِ الْكُفَّارِ وَهُوَ قَوْلُهُ: {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا} [الْبَقَرَةِ: 6] ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِذِكْرِ الْمُنَافِقِينَ وَهُوَ قَوْلُهُ: {وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا} [الْبَقَرَةِ: 8] فَكَذَا هاهُنا بَدَأَ بِذِكْرِ الْمُؤْمِنِينَ، وَهُوَ قَوْلُهُ: {أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ}، ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِذِكْرِ الْكُفَّارِ، وَهُوَ قَوْلُهُ: {غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ}، ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِذِكْرِ الْمُنَافِقِينَ، وَهُوَ قَوْلُهُ: {وَلَا الضَّالِّينَ}.
Pendapat yang masyhur bahwa “yang dimurkai” itu Yahudi dan “yang sesat” itu Nasrani, dikatakan sebagai dha’if (lemah). Karena penyembah berhala dan orang Musrik itu lebih jelek lagi dibanding Yahudi dan Nasrani, sehingga menghindari jalan mereka itu lebih berharga untuk disebutkan. Lebih baik kita menafsirkan “yang dimurkai” itu sebagai mereka yang bersalah perbuatan seperti orang Fasiq, dan “yang sesat” itu mereka yang bersalah dalam keyakinan. Ini karena redaksinya bersifat umum, dan membatasinya menjadi keliru.
Imam ar-Razi juga menyebutkan bahwa ada kemungkinan yang dimaksud dengan “yang dimurkai” itu adalah orang Kafir. Dan mereka “yang sesat” itu adalah orang Munafik. Dalilnya adalah, dalam lanjutan surat al-Fatihah, yaitu lima ayat pertama dalam surat al-Baqarah, memuji orang yang beriman, lantas mengecam orang Kafir (ayat 6) dan membahas tentang orang Munafik (ayat 8).
Nah, menarik bukan?
Imam al-Alusi dalam kitab tafsirnya Ruhul Ma’ani mengkritik penafsiran Imam ar-Razi di atas. Bagi beliau, sebagaimana juga Imam Qurthubi yang sudah dikutip di atas, lebih baik mengikuti riwayat Hadis yang menjelaskan jawaban Nabi Muhammad.
Ibn Asyur dalam kitab tafsirnya at-Tahrir wal Tanwir mencoba menjembatani diskusi ini. Bagi beliau, jawaban Nabi Muhammad itu adalah contoh berdasarkan komunitas yang dikenal oleh orang Arab pada saat turunnya wahyu. Pada saat itu diketahui bahwa kedua komunitas tersebut (Yahudi dan Nasrani) merupakan contoh paling jelek untuk dimasukkan dalam keumuman ayat ketujuh surat al-Fatihah ini. Artinya, kalau kita ikuti alur argumentasi ini, bukan berarti contohnya harus mereka, atau dibatasi oleh mereka semata.
Itu sebabnya Syekh Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Manar dan juga Syekh Wahbah az-Zuhayli dalam Tafsir al-Munir memilih untuk mengembalikan ke makna umum. Ringkasnya, mereka “yang dimurkai” itu adalah mereka yang menolak kebenaran agama Allah, dan melakukan perusakan di muka bumi, sementara “yang sesat” itu adalah mereka yang sama sekali tidak mengenal kebenaran atau tidak mengenal kebenaran melalui jalan yang sahih, atau mengurangi dan memodifikasi petunjuk.
Contohnya? Berdasarkan penjelasan sejumlah kitab tafsir di atas, jawabannya bisa Yahudi dan Nasrani; Penyembah Berhala dan Kaum Musyrik; atau orang Fasik dan pelaku Bid’ah, bisa juga orang Kafir dan kaum Munafik.
Semoga kita dihindarkan dari jalan mereka, dan kita mendapatkan petunjuk untuk mengikuti jalan yang lurus, yaitu jalan mereka yang diberi anugerah kenikmatan oleh Allah Swt. Amin Ya Rabbal ‘Alamin
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama
Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School