[aswaja_big_letter]Inilah ayat yang populer dipakai untuk menjadi dasar hubungan umat Islam dengan non-Muslim. Ayat ini sering dikelirupahami sehingga setiap ada ketegangan antara umat, maka ayat inilah yang dipakai sebagai rujukan. Tapi bagaimana sebenarnya maksud ayat ini:[/aswaja_big_letter]
QS al-Baqarah 120.
[aswaja_translation]”orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”[/aswaja_translation]
Ayat ini sebenarnya ditujukan khusus untuk Nabi Muhammad dengan penggunaan dhamir “ka” (kamu/engkau). Ini berarti ayat ini tidak dimaksudkan untuk semua umat Islam atau ketidaksukaan Yahudi dan Nasrani itu ditujukan kepada agama islam. Yahudi dan Nasrani yang dimaksud juga terbatas sesuai asbabun nuzul ayat ini, bukan semua Yahudi dan Nasrani.
Kata millah dalam teks al-Qur’an di atas dipahami berbeda-beda oleh para mufassir. Imam al-Thabari menafsirkan millah dengan agama, maka begitulah terjemah al-Qur’an versi Kemenag mengartikan millah. Akan tetapi Tafsir al-Baghawi mengartikannya sebagai al-Thariqah, yaitu jalan. Maka yang dikehendaki non-Muslim itu adalah agar Nabi Muhamad mengikuti jalan mereka (bukan mengikuti agama mereka). Jalan dalam hal apa? dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Tafsir Ibn Katsir hanya mengutip sepotong penjelasan dari Imam Thabari, jadi sebaiknya kita langsung merefer kepada kitab Tafsir al-Thabari, yang menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah:
Nabi Muhammad diminta fokus untuk mengharapkan ridha Allah, dan tidak perlu mencari-cari cara untuk menyenangkan Yahudi dan Nasrani. Apa yang Nabi dakwahkan kepada mereka itu akan mereka tentang karena antara mereka sendiri saling tidak cocok. Nasrani tidak cocok dengan Yahudi, begitu pula sebaliknya. Apa yang Nabi Muhammad dakwahkan pada mereka itu adalah jalan untuk berkumpul bersama dalam kasih sayang di bawah naungan Islam.
Yahudi dan Nasrani tidak dapat bertemu untuk rela padamu wahai Nabi kecuali kalau kamu menjadi seorang Yahudi atau seorang Nasrani. Dan hal itu tidak mungkin. Karena kamu adalah pribadi yang satu. Tidak mungkin kamu menjadi keduanya yang saling bertentangan itu. Jadi, carilah ridha Allah semata dan tidak perlu risau dengan mereka yang tidak rela denganmu.
Tafsir al-Baghawi menceritakan asbabun nuzul ayat ini, biar lebih jelas bagi kita apa peristiwa yang membuat non-Muslim tidak senang dengan jalan yang ditempuh Nabi Muhammad.
Mereka (Yahudi dan Nasrani) meminta Nabi untuk melakukan gencatan senjata dan mereka berjanji akan ikut Nabi. Maka Allah menurunkan ayat ini. Maksud ayat ini adalah: Apabila kamu (Muhammad) melakukan gencatan senjata mereka selamanya tetap tidak akan senang dengan kamu. Mereka meminta gencatan senjata itu hanya sebagai alasan bukan tanda mereka rela kecuali kamu ikut jalan mereka.
Ibnu Abbas berkata: ini dalam kasus Kiblat di mana Yahudi Madinah dan Nasrani Najran mengharap pada Nabi agar ketika shalat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah memindahkan kiblat umat Islam ke Ka’bah mereka menjadi putus asa untuk mengharapkan Nabi agar setuju pada kiblat mereka. Maka Allah menurunkan ayat (2:120) ini.
Untuk itu Ibn Abbas mengkhususkan bahwa yang tidak suka selamanya dengan Nabi itu terbatas pada Yahudi di Madinah dan Nasrani di Najran, bukan semua Yahudi dan Nasrani.
Kesimpulan
Ayat ini bukan berarti semua Yahudi dan Nasrani benci kepada umat Islam dan menginginkan kita untuk pindah ke agama mereka. Ayat ini sekedar memberitahu Nabi Muhammad untuk fokus dalam berdakwah mencari ridha Allah semata, bukan karena menginginkan kerelaan dari Yahudi di Madinah dan Nasrani di Najran. Ayat yang berupa reminder khusus kepada Nabi Muhammad ini sayangnya sekarang malah sering dipakai untuk menyerang pihak lain.
Wa Allahu a’lam
Tabik,
Nadirsyah Hosen