Saya posting kembali catatan saya tahun 2013:
membaca tafsir fi zhilalil qur’an karya sayyid qutb itu kesannya spt baca pidato, penuh dg titik-titik kayak ada kalimat yg tdk tuntas
membaca tafsir al-mawardi itu spt baca ringkasan singkat pendapat para ulama yg sdh dibahas dlm tafsir al-Thabari
membaca tafsir al-Razi itu seperti sdg diskusi dg pengarangnya. Banyak diungkap berbagai persoalan yg tdk terpikirkan sebelumnya
membaca tafsir jalalain itu spt sedang mengeja makna kata demi kata
membaca tafsir Ibn Katsir itu seperti sedang membaca cerita pendek
membaca tafsir al-munir karya Syekh Wahbah al-Zuhaili itu spt membaca makalah ilmiah yg pakai footnote
membaca tafsir Durul Mansur itu spt sekalian belajar hadis. Penuh dg kutipan riwayat
membaca tafsir al-Thabari itu spt sedan menyaksikan Nabi naik di atas mimbar dan berceramah di depan kita
membaca tafsir al-alusi itu spt membaca ensiklopedi, luas dan detil pembahasannya serta bergaya sufistik
membaca tafsir zamakhsyari itu spt menonton dialog di tv, dg gaya khasnya “fa in qulta…fa qultu”
membaca tafsir al-khazin di dalamnya kita dapati sejumlah pendapat ahli tafsir kecuali pendapat dia sendiri 🙂
membaca tafsir al-maraghi itu spt membaca majalah dg bahasa yg renyah dan pembahasan masalah sosial-aktual
membaca tafsir al-wasith karya sayyid thantawi spt mencari jalan singkat dari perdebatan klasik yg bertele-tele
membaca tafsir al-manar itu seperti membaca ‘cerita bersambung’ yang belum selesai
Begitulah kawan, kesan2 ku terhadap sejumlah kitab #tafsir. Al-Qur’an itu spt intan berlian, kita lihat dari sudut manapun tetap bercahaya.
Kalau ada yang punya kesan lain ya gak apa apa namanya juga kesan tentu subyektif.
Silahkan berbagi kesan juga di sini, termasuk kesan thd kitab #tafsir yang belum disebutkan di atas. Semoga semakin membuat kita semangat menelaah cahaya al-Qur’an.
Tabik,
Nadirsyah Hosen