You are here:

Kontroversi Bacaan Doa diantara Dua Sujud

Saya ditanya oleh seorang kawan di medsos mengenai meme yang viral di whatsapp group tentang kesalahan bacaan doa saat duduk diantara dua sujud dalam shalat. Ada juga yang mengirimkan kepada saya video seorang Ustad yang mengatakan tambahan kata wa’fu’anni itu hanya bikinan ulama Indonesia.

Pertama, gambar yang beredar itu terlalu semangat sampai mencoret juga kata wa’afini. Padahal kata wa’afini ini terdapat dalam hadits riwayat Sunan Abi Dawud. Jadi seharusnya jangan ikut dicoret. Mungkin terlalu semangat mau nyunnah kali yah 🙂

Kedua, mayoritas ulama mengatakan duduk diantara dua sujud itu termasuk rukun shalat, namun membaca doa diantara dua sujud itu sunnah. Artinya, gak bacapun gak masalah. Shalatnya tetap sah. Kalau mau berdo’a dianjurkan kita mengikuti contoh yang diajarkan Nabi saat dalam posisi duduk diantara dua sujud. Namun bukan berarti baca doa lain itu salah.

Lagipula ternyata riwayat Haditsnya beraneka ragam dan para ulama juga berdiskusi mengenai statusnya. Ada yang bilang yang sahih itu adalah riwayat yang mengatakan berdoa cukup dengan kalimat Rabbighfirli saja. Ulama lain menerima riwayat yang mengindikasikan juga boleh berdoa lebih panjang dari kalimat pendek itu.

Akhirnya Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhazzab (3/437) menggabungkan redaksi yang berbeda itu dan merangkum tujuh kata, yaitu allahummaghfirli warhamni wa ‘afini wajburni warfa’ni wahdini warzuqni.

‎وأما حديث ابن عباس فرواه أبو داود والترمذي وغيرهما بإسناد جيد ، ورواه الحاكم في المستدرك وقال : صحيح الإسناد ، ولفظ أبي داود { اللهم اغفر لي وارحمني وعافني واهدني وارزقني } ولفظ الترمذي : مثله لكنه ذكر ” { وأجرني وعافني } ” وفي رواية ابن ماجه ( وارفعني ) بدل ( واهدني ) ، وفي رواية البيهقي { رب اغفر لي وارحمني وأجرني وارفعني وارزقني واهدني } فالاحتياط والاختيار : أن يجمع بين الروايات ويأتي بجميع ألفاظها وهي سبعة { اللهم اغفر لي وارحمني وعافني وأجرني وارفعني واهدني وارزقني }

Lantas bagaimana dengan tambahan kata wa’fu’anni? Benarkah tidak nyunnah kalau memberi tambahan satu kata dalam doa saat duduk diantara dua sujud?

Saya sarankan selain Pak Ustad itu buka kitab hadits, juga sebaiknya buka kitab fiqh. Ahli hadits itu apoteker, sedangkan ahli fiqh itu ibaratnya dokter. Apoteker tahu kandungan obat, namun hanya dokterlah yang punya kapasitas mendiagnosis penyakit dan menuliskan resepnya. Kalau da’i gimana? Yah ibaratnya perawat aja deh, bagian yang membantu dan mengingatkan pasien sudah minum obat belum. Ini tidak bermaksud merendahkan salah satu profesi di atas, hanya sekedar membuat perumpamaan siapa yang berhak mengambil kesimpulan suatu masalah.

Mari kita ngaji berbagai kitab fiqh dalam masalah ini.

Kitab semisal Ghayah Al-Muna karya Syaikh Muhammad bin ‘Ali Ba ‘Athiyyah Al-Hadhrami Ar-Ru’ani atau Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi al-Bantani (yang kedua kitab ini merupakan Syarh dari Kitab Safinah) sudah menyebutkan mengenai tambahan “wa’fu’anni” tersebut.

Misalnya Imam Nawawi al-Bantani dalam Kasyifatus Saja menjelaskan:

‎قال الشبراملسي: وقد جزم ابن المقري بعدم وجوب الاعتدال والجلوس بين السجدتين في النفل اهـ وأكمله أن يقول: رب اغفر لي وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني واعف عني. قوله: رب اغفر لي أي استر ما وقع من ذنوبي وما سيقع منها. وقوله: وارحمني أي رحمة واسعة. وقوله: واجبرني أي أغنني واعطني مالاً كثيراً وهو من باب قتل. وقوله: وارفعني أي في الدنيا والآخرة. وقوله: وارزقني أي رزقاً واسعاً، ومحل جواز الدعاء بذلك إن قصد الرزق من الحلال أو أطلق وإلا حرم.

‎وقوله: واهدني أي لصالح الأعمال. وقوله: وعافني أي سلمني من بلايا الدنيا والآخرة. وقوله: واعف عني أي امح ذنوبي، ويأتي في الضمائر المذكورة بلفظ الإفراد ولو إماماً لأن التفرقة بينه وبين غيره خاصة بالقنوت، قال السويفي في تحفة الحبيب: ويسن للمنفرد وإمام محصورين رضوا بالتطويل أن يزيدوا على ذلك: رب هب لي قلباً تقياً من الشرك برياً لا كافراً ولا شقياً

Penjelasan Imam Nawawi al-Bantani tidak bisa dianggap seolah-olah beliau-lah yang membuat-buat tambahan kata “wa’fu’anni” hanya karena beliau ulama Nusantara. Beliau mengutip dari ulama lain yaitu Imam Asyibromalisi yang memberi tambahan kata wa’fu’anni. Bahkan Imam Nawawi al-Bantani juga mengutip doa tambahan lainnya dari kitab Tuhfah al-Habib atau yang biasa dikenal dengan Hasyiah al-Bujairimi ‘alal Khatib yang mengomentari kitab al-Iqna’. Ini tambahan doanya:

Rabbi Habli qalban taqiya minas syirki bariyyan la kafiran wa la saqiyyan (Tuhanku, berikan untukku anugerah hati yang takwa, bebas dari syirik, tidak kufur, dan tidak celaka).

Penjelasan lebih lanjut kita temui di kitab-kitab besar dalam mazhab Syafi’i berikut ini.

Kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj (1/518)

كما في السجود أخذا من الروضة ( قائلا : رب اغفر لي وارحمني وأجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني ) للاتباع روى بعضه أبو داود وباقيه ابن ماجه .

وقال المتولي : يستحب للمنفرد : أي وإمام من مر أن يزيد على ذلك رب هب لي قلبا تقيا نقيا من الشرك بريا لا كافرا ولا شقيا وارفعني وارحمني من زيادته على المحرر ، وأسقط من الروضة ذكر ارحمني وزاد في الإحياء بعد قوله وعافني واعف عني وفي تحرير الجرجاني يقول رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز الأكرم

Dianjurkan saat shalat sendiri atau sebagai Imam yang tidak memberatkan jamaahnya untuk menambah doa saat duduk di antara dua sujud dengan kalimat:

Rabbi Habli qalban taqiyan naqiyan minas syirki bariyyan la kafiran wa la saqiyyan, warfa’ni warhamni

(Tuhanku, berikan untukku anugerah hati yang takwa, suci-bebas dari syirik, tidak kufur, dan tidak celaka. Tuhanku, angkatlah derajatku dan turunkan rahmat-Mu bagiku)

Bahkan disebutkan dalam teks di atas bahwa ada tambahan doa lainnya dari Imam al-Jurjani.

Kitab karya ulama besar mazhab Syafi’i yang bernama Imam Ramly ini memberi info menarik bahwa yang memberi tambahan kata wa’fu’anni itu adalah Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya.

Jadi, jelas tambahan kata wa’fu’anni bukan bikinan ulama Indonesia. Ulama pesantren tidak mengada-ngada. Semuanya jelas ada rujukannya.

Mari kita cek langsung pada kitab Ihya. Saya menemukannya di Juz 1, halaman 155:

‎وأن يقول سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى ثَلَاثًا فَإِنْ زَادَ فَحَسَنٌ إِلَّا أَنْ يَكُونَ إِمَامًا
‎ثُمَّ يَرْفَعُ مِنَ السُّجُودِ فَيَطْمَئِنُّ جَالِسًا مُعْتَدِلًا فَيَرْفَعُ رَأْسَهُ مُكَبِّرًا وَيَجْلِسُ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَيَضَعُ يَدَيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَالْأَصَابِعُ مَنْشُورَةٌ وَلَا يَتَكَلَّفُ ضَمَّهَا وَلَا تَفْرِيجَهَا
‎وَيَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِنِي وَاجْبُرْنِي وَعَافِنِي وَاعْفُ عني

Klop kan? 🙂

Kitab Hasyiyah al-Jamal (1/380) juga menyebutkan bahwa tambahan wa’fu’anni itu berasal dari Imam al-Ghazali. Bukan cuma itu, tambahan doa yang dianjurkan dibaca saat duduk diantara dua sujud, menurut kitab ini, termasuk doa sapu jagad: Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘azaban nar. Simak kutipan berikut:

‎زاد في الإحياء واعف عني، ويستحب للمنفرد وإمام من مر أن يزيد رب هب لي قلبا تقيا نقيا من الشرك بريا لا كافرا ولا شقيا وفي تحرير الجرجاني رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز الأكرم ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.

Kitab fiqh lainnya yang lazim digunakan sebagai standar rujukan yaitu Hasyiah Qalyubi (1/184) juga mencantumkan tambahan kata wa’fu’anni, plus dengan tambahan doa lainnya, yang sudah disebutkan di kitab-kitab sebelumnya, seperti yang saya cantumkan teksnya di bawah ini:

‎وَاعْفُ عَنِّي. رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ إنَّك أَنْتَ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ، رَبِّ هَبْ لِي قَلْبًا تَقِيًّا نَقِيًّا مِنْ الشِّرْكِ بَرِيًّا لَا كَافِرًا وَلَا شَقِيًّا

Sebagai pamungkas, biar sedap rasanya, kita kutip juga keterangan Syekh bin Baz dalam Fatwanya:

‎ثم يرفع من السجدة قائلاً: (الله أكبر) ويجلس مفترشاً يسراه ناصباً يمناه، فيضع يده اليمنى على فخذه اليمنى أو على الركبة باسطاً أصابعه على ركبته، ويضع يده اليسرى على فخذه اليسرى أو على ركبته ويبسط أصابعه على ركبته هكذا السنة، إذا جلس بين السجدتين يضع اليمنى على فخذه اليمنى أو ركبته اليمنى، ويضع اليسرى على فخذه اليسرى أو ركبته اليسرى، ويقول: رب اغفر لي.. رب اغفر لي.. رب اغفر لي كما كان النبي يقول ﷺ، ويستحب أن يقول مع هذا: اللهم اغفر لي، اللهم اغفر لي، وارحمني، واجبرني، وارزقني، وعافني، يروى هذا عن النبي ﷺ أيضاً مع قوله: رب اغفر لي.. رب اغفر لي، اللهم اغفر لي، وارحمني، واهدني، واجبرني، وارزقني، وعافني، وإن دعا بالزيادة فلا بأس كأن يقول: اللهم اغفر لي ولوالدي، اللهم أدخلني الجنة وأنجني من النار، اللهم أصلح قلبي وعملي.. ونحو ذلك لا بأس، ولكن يكثر من المغفرة.. من طلب المغفرة فيما بين السجدتين اقتداء بالنبي عليه الصلاة والسلام.

Menurut ulama Wahabi ini mengucapkan tambahan doa dalam duduk diantara dua sujud itu tidak masalah. Misalnya tambahan doa Allahumaghfirli waliwalidayya, atau Allahuma adkhilnil jannah wa anjini minan nar, atau Allahuma ashlih qalbiy wa ‘amaliy, dan doa-doa yang semacam ini tidak mengapa. Intinya adalah doa mohon ampunan kepada Allah di antara dua sujud dengan mengikuti Nabi Muhammad Saw.

Di atas sudah saya jelaskan bahwa mayoritas ulama memandang sunnah membaca doa saat duduk di antara dua sujud. Bahkan para ulama selain menggabungkan tujuh kata dalam berbagai riwayat hadits, mereka juga memberi tambahan redaksi doa. Dari hanya satu tambahan kata wa’fu’anni, sampai doa satu-dua kalimat yang lebih panjang.

Kenapa sih kita senang sekali mempersoalkan hal-hal yang sekunder seperti ini, dan sibuk menyalah-nyalahkan bacaan doa saudara kita hanya karena ada satu tambahan kata, padahal para ulama tidak mempersoalkannya?

Jadi, jangankan hanya ditambahi satu kata wa’fu’anni. Ditambahan doa lainnya juga boleh. Tidak baca apapun saat duduk diantara dua sujud shalat kita tetap sah. Mohon para Ustad untuk lebih bijak lagi dan tidak mempersoalkan amalan yang sudah lazim dilakukan di tanah air. Yakinlah, para ulama kami itu bijak dan paham literatur keislaman. Wa Allahu a’lam bish shawab.

Tabik,

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School