You are here:

Hadits Palsu tentang siksaan buat perempuan yang kelihatan rambutnya

Banyak beredar kisah yang diriwayatkan sebagai berikut:

Imam Ali menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah Saw menangis manakala ia datang bersama Fatimah. Lalu keduanya bertanya mengapa Rasulullah Saw menangis. Beliau Saw menjawab, “Pada malam aku di-isra’- kan, aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena, menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.
….
Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah perempuan yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki bukan muhrimnya.
….

(Masih panjang riwayat ini yang isinya penuh dengan berbagai azab siksa untuk perempuan)

Pertanyaan pertama: terdapat di kitab hadits apa saja riwayat ini?

Jawabannya: riwayat di atas tidak terdapat di dalam 9 kitab hadits utama (kutubut tis’ah) yang dipercaya otoritasnya oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Saya lacak juga di kitab sekunder semisal kitab karya al-Hakim, Thabarani, Ibn Hibban, Baihaqi, dll dan saya juga tidak menemukannya.

Saya justru menemukannya bukan di kitab hadits tapi di kitab al-Kabair karya Imam adz-Dzahabi, yang tanpa menyebutkan sanad hadits ini. Musthafa Asyur yang men-tahqiq kitab ini memberi catatan: tidak ditemukan sumbernya. Begitu juga yang terdapat di kitab Ibn Hajar al-Haytami yang berjudul al-Kabair, riwayat di atas dicantumkan tanpa menyebutkan sanadnya. Pada kitab ‘uqud al-lujain, juga dicantumkan tanpa sanad.

Saya akhirnya menemukan riwayat ini lengkap dengan sanadnya dalam Kitab Biharul Anwar, juz 100, hal 245. Ini kitab yang disusun sebanyak 110 jilid oleh Muhammad Baqir al-Majlisi, seorang ulama Syi’ah. Jadi riwayat di atas berasal dari tradisi Syi’ah, bukan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Lho kok ente banyak mendadak jadi Syi’ah sih? Hehehehe

Itupun sanad dan matan riwayat di atas dalam Biharul Nawar juga dikritisi. Misalnya Sahl bin Ziyad itu dikatakan oleh sekian banyak ulama sebagai dhai’if. Begitu juga isra’-mi’raj terjadi di periode Mekkah, sedangkan riwayat di atas terjadi pada periode Madinah (Imam Ali dan Siti Fathimah menikah pada tahun kedua hijriah).

Pertanyaan kedua: apa derajat riwayat ini?

Karena tidak tercantum di kitab-kitab hadits, dan kalaupun ada di kitab non-hadits, riwayat tersebut dicantumkan tanpa sanad, Itulah sebabnya para ulama seperti Lajnah Da’imah lil Ifta Saudi Arabia dan Markaz al-Buhuts al-Mu’ashirah di Beirut mengatakan hadits ini palsu.

Pertanyaan ketiga: terus bagaimana?

Buat yang meyakini bahwa batas aurat perempuan itu termasuk rambutnya, silakan menutupnya. Insya Allah itu hal yang baik. Namun tidak perlu menyampaikan hadits palsu yang tidak jelas sanadnya itu hanya untuk menakut-nakuti perempuan yang belum pakai jilbab. Kita hormati saja pilihan dan sikap masing-masing. Toh, semuanya akan dikembalikan kepada Allah sebagai pemutus benar atau salahnya di hari akhir nanti. Lagipula, berat lho hukumannya di akherat kelak kalau anda sampai ikut-ikutan menyebarkan hadits palsu.

Wa Allahu al’lam bish-shawab

Tabik,

Nadirsyah Hosen