You are here:

Logika, Diplomasi dan Berdebat dalam al-Qur’an

Al-Qur’an mengajarkan banyak hal kepada kita, bukan hanya melulu soal ritual dan aqidah, tapi juga tentang menggunakan logika dalam berargumentasi. Begitu juga ada sejumlah contoh bagaimana al-Qur’an menggunakan cara-cara halus dalam berdiplomasi yang seolah menguntungkan lawan tetapi sebenarnya tajam menghujam logika mereka. Dan juga bagaimana al-Qur’an menyontohkan kepada kita cara berdebat yang baik.

Kalau kita baca ayat-ayat al-Qur’an mengenai hal di atas dan bandingkan dengan cara kita berdiskusi dan berdebat di medsos, wah…kalah deh kita…sudah gak logis, gak diplomatis dan bukannya berdebat tapi malah caci-maki. Kelihatannya kita perlu menyimak lebih dalam lagi kandungan al-Qur’an.

Masalah penggunaan logika dalam menyampaikan kebenaran. Banyak sekarang kawan-kawan kita yang anti dengan logika. Pokoknya jangan pakai akal kalau bicara agama. Aneh juga…padahal otak ini adalah karunia ilahi. Kalau gak boleh kita pakai saat mengupas firmanNya, lantas buat apa kita dikasih akal pikiran, dan buat apa perintah pertama yang diterima Nabi Muhammad itu adalah iqra’ (bacalah!). Islam menyuruh kita pintar, bukan menyuruh kita tidak menggunakan akal.

Contoh: dalam QS. Al-Baqarah: 258 diceritakan perdebatan Nabi Ibrahim yang pakai logika.

[aswaja_translation]”Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah ia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”[/aswaja_translation]

Ketika Nabi Musa dan Nabi Harun diutus untuk bertemu Fir’aun, Allah menitipkan pesan yang luar biasa dalam menyampaikan dakwah, yaitu terhadap Fir’aun sekalipun dakwah harus dilakukan dengan kata-kata yang lemah lembut; bukan mencak-mencak gak karuan.

[aswaja_translation]“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 43-44)[/aswaja_translation]

Makanya kalau ada yang mencak-mencak dan menuduh sana-sini kepada kita, jawab saja: “Saya belum seingkar Fir’aun, dan anda belum se-suci nabi Musa, tapi kenapa Nabi Musa diperintah berkata lemah lembut ke Fir’aun, dan anda malah mencaci-maki saya?” ‪#‎makjelbbb‬

Terakhir, contoh diplomasi tingkat tinggi dalam al-Qur’an. Ketika terjadi perdebatan mana yang benar umat Islam atau kaum musyrikin. Maka al-Qur’an mengajarkan:

[aswaja_translation]”Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”. (QS Saba’:25)[/aswaja_translation]

Perhatikan, penggunaan kata “dosa yang kami perbuat” dan bandingkan dengan frase “apa yang kamu perbuat”. Kenapa kok kesannya kita jadi mengaku berdosa sedangkan mereka tidak?

Begitulah bentuk diplomasi halus al-Qur’an. Seolah Allah mengajari kita untuk berkata kepada mereka: “kalau ente anggap ane berbuat dosa dan bid’ah, terus apa masalahnya buat ente? emangnya ente bakal ditanya soal dosa ane? Enggak kan…ya ane sendiri yang harus bertanggungjawab kalau ane dianggap salah. Ane juga gak bakal ditanya apa yang ente kerjakan baik benar atau salah. nanti aja Allah yang tentukan di hari kiamat.” Beres dah diskusinya….

Jadi, ayo kita belajar menggunakan logika, berdebat dan berdiplomasi ala al-Qur’an….jangan bisanya cuma emosi, nyerang pribadi, atau nyalah-nyalahin orang aja. Kalaupun harus menyatakan ketidaksetujuan kita, gunakanlah dengan cara-cara yang berkelas tinggi kayak contoh dalam al-Qur’an. Jangan yang gaya murahan lah, apalagi sampai mati gaya ente 🙂

Tabik,

 

Nadirsyah Hosen