Saya terhenyak menyaksikan iklan di bioskop. Saya tidak tahan untuk tidak ngedumel melihat iklan yang menurut saya mesejnya tidak jelas, dan terlihat arogan sekali. Di akhir iklan saya baru ngeh ternyata itu iklan Monash University. Tentu saja keluarga saya yang sempat mendengar saya ngedumel soal iklan ini langsung tertawa. Iya, mereka menertawakan saya karena saya tidak suka dengan iklan tempat universitas saya bekerja.
Monash University memang satu dari delapan universitas elit di Australia (total ada sekitar 43 universitas di Australia). Sebagai santri tentu saya bersyukur bisa mengajar di kampus ini, mengingat para kolega saya adalah para pakar kelas dunia. Sebagai orang biasa dan normal (bukan anak jenius, indigo atau laduni) saya merasakan efek pendidikan: mengubah santri seperti saya ini menjadi dosen di kampus elit. Unbelievable!
Itu sebabnya saya selalu merasa bahwa pendidikan bukan hanya untuk mereka yang pintar dan rajin. Tapi juga untuk mereka yang biasa saja seperti saya ini. Bagaimana mengubah seorang yang biasa untuk melakukan lompatan luar biasa, itulah tugas pendidikan. Dan saya berterima kasih kepada orang tua, para kiai, dan para guru yang –entah bagaimana caranya– mampu mengantarkan saya ke jajaran kelompok elit di dunia akademik imternasional.
Monash Law School sebelum kedatangan saya menduduki ranking 13 untuk Law School terbaik sedunia. Ketika ada haters yang mempertanyakan kok bisa-bisanya Monash sampai membajak saya pindah dari University of Wollongong, saya menjawab dengan guyon khas santri: “Mungkin Monash Law School sengaja membajak saya biar bisa masuk 10 besar ranking dunia”. Gubrakkk 😀
Monash University sebagai kampus elit, lewat iklannya, hendak mengumpulkan para orang-orang pintar yang akan diajarkan cara berpikir ala Monash: mempertanyakan status quo dan mempertanyakan jawaban. Berpikir melampaui batas yang ada karena batas itu sendiri harus dipertanyakan keberadaannya. Itu cara Monash mendidik mahasiswanya. Sebagai kampus elit, itu posisi Monash.
Mungkin karena saya terlalu ndeso, saya kurang sreg dengan iklan maupun positioning Monash semacam itu. Saya lebih tersentuh dengan iklan dari kampus lain, misalnya Western Sydney University. Iklannya menceritakan seorang refugee yang jatuh bangun hidupnya lantas kuliah di Western Sydney University sehingga berhasil menjadi pengacara dan menolong para refugee lainnya. Iklan ini menunjukkan anda tidak perlu menjadi manusia luar biasa untuk bisa bermanfaat bagi sesama. Saya tersentuh dengan iklan ini.
Pendidikan memang menjadi lahan persaingan tersendiri. Yang nilainya biasa-biasa saja masuk kampus biasa-biasa juga tapi pada ujungnya anda bisa menjadi orang yang luar biasa. Buat satu pihak, pendidikan adalah tiket untuk mengubah nasib mereka. Mereka yang jenius, masuk kampus elit, dan diharapkan akan melahirkan lompatan dan temuan baru untuk peradaban manusia. Buat pihak lain, pendidikan adalah cara mengubah dunia yang kita tempati menjadi lebih baik.
Hari ini hari pendidikan nasional (2 Mei). Sudahkah pendidikan mengubah kita menjadi orang yang berguna baik untuk sesama maupun untuk semesta? Bukankah orang yang paling baik di antara kita adalah orang yang paling bermanfaat? Apalah guna pendidikan kalau kita hanya membuat kerusakan di darat, lautan dan juga udara?
Pada akhirnya, pendidikan –yang tidak terbatas pada institusi semata — adalah proses panjang yang tidak pernah berhenti. Ketika kita berhenti belajar, maka api kehidupan kita telah padam. Teruslah berpijar!
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School