Kisah pertama:
Seseorang datang ke ahli fikih dan bertanya: “Saya setiap kali menyelam ke dalam sungai sebanyak 2-3 kali tapi saya masih tidak yakin apakah tubuh saya sudah terbasahi air seluruhnya, sehingga saya ragu apakah saya sudah suci dari hadats. Apa yang saya harus lakukan?”
Ia menjawab, “Gak usah shalat!”
Penanya itu protes, “Lho, kenapa?”
Ahli fikih ini menjawab, “Sesuai sabda Nabi, beban hukum itu diangkat dari tiga golongan, yaitu anak kecil hingga baligh, orang yg sedang tidur hingga ia terbangun, dan orang gila hingga ia sadar. Nah, orang yang sudah menyelam 2-3 kali tapi masih mengira ia belum mandi, berarti ia orang gila”.
Kisah kedua:
Seorang lelaki duduk di samping Imam Abu Yusuf. Lelaki itu diam lama sekali. Lantas Imam Abu Yusuf menyapanya: “Mengapa kamu tidak berbicara?”.
Lelaki itu berkata, “Baiklah, kalau begitu aku ingin bertanya, kapankah seorang yang berpuasa boleh berbuka?”
Abu Yusuf menjawab, “Saat maghrib nanti mentari telah terbenam kau boleh berbuka puasa”.
Lelaki itu bertanya lagi, “Bagaimana jika matahari tidak juga terbenam sampai pertengahan malam?”
Abu Yusuf tertawa, “Ternyata diammu adalah benar, dan aku salah telah mengajakmu berbicara.”
Kisah ketiga:
Seorang yang pakai sorban dan jubah berkata: “Dilarang memilih pemimpin kafir sesuai al-Maidah:51”.
Imam Besar Masjid Istiqlal berkata: “Saya sudah cek kitab-kitab Tafsir tidak ada yang bilang kata awliya dalam QS al-Maidah:51 itu maknanya pemimpin. Saya cek terjemahan bahasa Inggris, Melayu dan lainnya juga tidak diterjemahkan ‘pemimpin'”.
Yang lain berseru, “..tapi terjemahan Depag bilang ini pemimpin”.
Seorang yang memakai peci (bukan surban) menjawab, “Depag sudah merevisi terjemahannya sejak 1998 sehingga tidak lagi bermakna pemimpin.”
“Itu pasti Qur’an Palsu!”, teriak seorang jamaah, diiringi pekik takbir.
Tafsir Prof Quraish Shihab baik al-Misbah maupun al-Lubab juga menganggap terjemahan awliya sebagai pemimpin dalam ayat itu kurang tepat”
“Itu Syi’ah, jangan dipercaya!”.
“Kalau ternyata tafsir Depag sudah direvisi sejak lama, kitab tafsir klasik juga bilang itu bukan pemimpin, dan terjemahan semua bahasa di dunia ini juga bilang bukan pemimpin, tapi sekelompok pihak masih memaksakan kampanye hitam melarang warga memilih pemimpin kafir pakai satu versi terjemahan dan tidak mau memberitahu umat bahwa itu bukan satu-satunya terjemah/tafsir al-Maidah:51, maka wajar saja Gubernur Ahok mengatakan ‘dibohongi pakai al-maidah:51‘ untuk tidak memilih dia. Ada penyembunyian info tentang terjemah/tafsir lain terhadap al-maidah:51. Jelas Gubernur tidak menghina al-Qur’an! Beliau hanya mencemooh mereka yang menyembunyikan terjemah/tafsir lain ayat tersebut.”, begitu penjelasan seorang bapak yang sudah beruban rambutnya.
Seorang anak muda berkacamata menimpali, “Kalau begitu ini bukan masuk pasal penodaan terhadap agama. Mungkin hanya masuk pasal pencemaran nama baik kalau pihak yang selama ini ngotot hanya dengan satu versi terjemahan merasa tercemar namanya setelah ‘kebohongannya’ dibuka Gubernur Ahok.”
“Pokoknya ini penghinaan terhadap al-Qur’an, kami akan bela Islam dalam aksi 4 Nov nanti”, seru seseorang yang berpakaian jubah putih.
“Kalau Ahok ditangkap, maka dia tidak bisa bertarung di Pilkada. Calon muslim akan menang!”. Pekik takbir mengiringi ucapan ini. Ohh ini toh maksudnya.
Begitulah kawan…..memang sulit menghadapi orang yang ngeyel seperti kisah pertama, kedua dan ketiga ini. Penjelasan apapun yang anda berikan, tidak akan memuaskannya meski anda hadirkan satu truk kitab tafsir, berbagai versi terjemahan Depag, dan terjemahan dalam berbagai bahasa di dunia ini. Bagi mereka, cuma ada satu versi dan kemudian menganggap telah terjadi penistaan agama. Yang mereka bela jangan-jangan bukan Islam, tapi kebencian dan emosi mereka.
Saran saya, anda tidak perlu ikut aksi 4 Nov. Tetap bekerja seperti biasa. Doakan semoga Allah menjaga bangsa kita dari perpecahan. Mari jaga Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Tawashaw bil haq
Tawashaw bis shabr
Tawashaw bil marhamah