You are here:

Dialog Kiai di Madura dengan dosen di Melbourne (3)

Dialog terus berlangsung antara saya dan Kiai Afifudin Muhajir dari pesantren asembagus situbondo, Jawa Timur. Saya yang sehari-hari mengajar di Fakultas Hukum, Monash University, mendapat kesempatan langka untuk nyantri jarak jauh dengan Pak Yai Afif.

Beliau pun senang kalau dialog ini terus diposting di facebook agar dibaca oleh semua pihak. Mohon maaf kalau dalam dialog ini ada istilah teknis keagamaan ataupun teks bahasa Arab yang dipakai (dan tidak diterjemahkan) karena Pak Yai Afif itu bagai samudera ilmu yang reaksi spontan beliau langsung mengetik dengan kutipan bahasa Arab yang beliau hafal luar kepala.

Ini lanjutannya…


9 April 2016

Kiai Afif:

ANTARA KIAI DAN ULAMA’:

Kiai tdk identik dg ulama’, begitu pula ulama’ tdk identik dg kiai. Kiai adlh org yg oleh masyarakat disebut sebagai kiai, tanpa syarat ini dn itu. Meski tdk alim asal masyarakt menyebutnya kiai jadilah kiai. Desa sy termasuk daerah yg banyak kiainya. Ini tdk berarti desa sy banyak org alimnya. Ulama’ adlh org yg memadukan antara ketakwaan dn kedalaman ilmu (من جمع بين الخشية والفقه),
Namun, bagaimanapun dalamnya ilmu seseorang, klo masyarakat tdk menyebutnya kiai tdklah menjadi kiai. Betapa banyak di negri ini org yg memeliki kedalaman ilmu “agama” sekelas profesor doktor yg tdk dipanggil kiai. Org seperti ini tdk perlu dipaksakan memasang KH. di depan namanya, dn tdk perlu tersinggung, krn bukan kiai tdk berarti bukan ulama’. Al maghfur lahu kiai sahal mahfudh adlh salah satu sosok yg selain disebut kiai juga diakui sebagai ulama’.

Nadir:

Prof Dr Quraish Shihab itu ulama dan juga habib, tapi tdk dipanggil kiai. Kalau begitu apa perlu ada semacam lembaga yang berwenang memverifikasi siapa yg boleh dipanggil kiai dan/atau ulama? Mohon masukan pak yai

Kiai Afif:

Mungkin diserahkan kpd mekanisme pasar saja (alamiah) seperti yg terjadi sekarang.tp akhir2 ini ada juga yg dikiaikan oleh media.


10 April 2016

Kiai Afif:

Nampaknya, proses pendidikan dlm rangka pematangan pemimpin sangat serius dilakukan di agama keristen. Mk untuk menjadi romo atau pastur diperlukan seleksi yg ketat dn peroses yg panjang. Sementara dlm Islam, pintu sangat terbuka lebar untuk menjadi kiai atau juru dakwah, sehingga kadang materi yg disampaikan tdk menyentuh persoalan. Yg ironis, untuk meraih kenangan dlm ajang pemilihan pengurus sring memerlukan intervensi partai politik.

Nadir:

Kalau di dunia syi’ah otoritas keagamaan lebih terstruktur formal dibanding di dunia sunni, pak yai. Marja’ taqlid dalam dunia syiah itu prosesnya formal. Tidak sembarangan utk dipanggil Ayatullah. Di dunia sunni selain Grand Syekh Al-Azhar dan posisi Mufti, semuanya diserahkan ke penilaian masyarakat (yg kebanyakan awam). Bahkan posisi Rais Am di NU tidak lagi sesakral dulu.

Kiai Afif:

Penilaian masyarakat meski kebanyakan awam relatif lebih jujur dàri pada elit partai politik.

Nadir:

Mungkin penilaian masyarakat itu cocok di desa karena mereka melihat langsung kontribusi kiai dan kealiman para kiai, tapi untuk masyarakat kota agak berbeda pak yai. Fenomena artis berdakwah yang dianggap sebagai ustadz/ah oleh media dan masyarakat kota cukup membuat khawatir. Asal pakai sorban dan bisa ceramah tampil di tv terus dianggap kiai dan mengeluarkan fatwa. Bagaimana ini pak yai?

Kiai Afif:

Sebagian masyarakat lebih antusias menyimak bila yg ngomong seorang artis, tk peduli apa isi omongannya. Pengajian menjadi ajang hiburan. Lalu visinya tk lagi untuk memperbaiki akhlak dn amaliyah masyarakat. Pertanyaannya: mengapa kiai yg lebih ngerti agama haibahnya kalah dg artis? Memang ini memprihatinkan.


11 April 2016

Kiai Afif:

Nampaknya ada kesamaan antara einstein dn antony flew tentang tuhan?

Nadir:

Iya pak yai, memang ada kecenderungan para ilmuwan itu percaya Tuhan tapi tdk beragama. Istilah populernya itu: God, Yes; organised religion, No! Bahkan ini bukan saja banyak ilmuwan yg seperti ini tapi juga banyak orang biasa di barat yg juga percaya Tuhan tapi tidak mau mengikuti “syariat” agama tertentu.

Mereka merasa kepercayaan pada Tuhan telah dibuat rumit dg adanya aturan dan struktur hirarkis dalam beragama. Para pemuka agama menjelma menjadi tuhan-tuhan kecil dan tata cara ibadah menjadi terlalu teknis. Pada titik ini, mereka percaya akan keberadaan Tuhan tapi tidak mau masuk ke dalam agama tertentu.

Kiai Afif:

ومجرد الاقتناع بوجود الله لا يجعل الانسان مؤمنا، فبعض الناس يخشون من القيود التي يفرضها الاعتراف بوجودالله على حريتهم. وليس هذا الخوف قائما على غير اساس، فانا نشاهد ان كثيرا من المذاهب المسيحية، حتى تلك التي تعتبر مذاهب ععظمى تفرض نوعا من الدكتاتورية على العقول

Dari kitab: الله يتجلى في عصر العلم

Nadir:

Setuju pak yai, percaya keberadaan Tuhan tidak otomatis menjadikan manusia beriman. Iman lebih dari sekedar percaya, atau dalam bahasa syekh mahmud syaltut: islam itu aqidah dan syariah. Saya kira paham percaya dg Tuhan tapi tidak dengan agama itu dipengaruhi paham agama kristen yang mendominasi dunia barat dimana cukup percaya dg Yesus tanpa syariat dan amal salih akan membawa mereka masuk surga. Jadi penekanannya lebih pada unsur percaya. Dan juga paham percaya dg tuhan tapi tidak dg agama hemat saya akibat struktur kristen khususnya katolik yang sangat hirarkis. Dua alasan ini boleh jadi membuat banyak orang barat yg cukup percaya saja dg keberadaan Tuhan tapi tdk mau bergabung dg agama tertentu karena akan membuat mereka terikat dg aturan yg hirarkis.

Pada titik ini kita bisa mendakwahkan Islam agar bisa masuk ke alam pikiran mereka bahwa memeluk agama itu tidak statis, rigid dan hirarkis. Serta Islam menekankan iman dan amal saleh sebagai satu paket dlm beragama.


13 April 2016

Nadir:

Pak Yai, ilmuwan islam masa lalu juga ada yang memiliki pandangan aneh mengenai al-qur’an dan kenabian. Abu Bakar Muhammad ibn Zakariya al-Razi (864-930) adalah dokter, ahli filsafat, kimia dan sains. Bahkan Al-Biruni dan Ibn Sina mengkritik pandangan al-Razi yg dianggap terlalu jauh menyimpang. Ibn Sina sendiri belakangan juga dikritik oleh Imam al-Ghazali.

Artinya, di kalangan Saintis Muslim sendiri juga ada diskusi yg hangat soal isu ketuhanan, kenabian dan wahyu al-Qur’an. Bagaimana menurut pak yai?

Kiai Afif:

Sy lebih percaya al ghazali yg telh mengalami dn mendalami keduanya (filsafah dn tashawwuf). Bagi al ghazali, ternyata filsafah tdk dpt menyembuhkan kegelisahan.

Yg al ghazali cari adlh apa yg belisu sebut dg العلم اليقين, yakni keyakinan yg tk mungki keliru, setara dg keyakinan kita bhwa sepuluh lebih bayak dari lima. Ilmu itu baru beliau dapatkan melalui suluk.

لقد جربت طويلا هذا العقل المحدود الذي لا يبصر الا لمحسوس ولا يعقل الا الظاهر الذي يسميه الناس (العقل الحكيم البعيد النظر). ومن جرب تجربتي ثار مثلي على العقل وفضل الا نطلاق من قيوده والخروج من حدوده.

ان المعرفة الصحيحة لا تتأتى الا بتزكية النفس. جلال الدين الرومي


14 April 2016

Nadir:

Pak Yai, apakah filsafat dan sains dalam Islam itu bisa jalan bersama dengan tasawuf? Artinya tdk saling bertolak belakang kah?

Kiai Afif:

Sy yakin agama yg benar termasuk di dalamya tashawwuf tdk akan bentrok dg ilmu dn filsafah. Tp sringkali apa yg disebut dg ilmu pengetahuan tdk finak.

قال الفيلسوف الانجليزي فرانسس بيكون: ان قليلا من الفلسفة يقرب الانسان منالالحاد. اماالتعمق في الفلسفة فيرده الى الدين.

قال ماكس بلانك: ان الدين والعلوم الطبيعية يقاتلان معا في معركة مشتركة ضد الشك والجحود والخرافة. ولقد كانت الصيحة الجامعة في هذه الحرب وسوف تكون دايما: الى الله.

من كتاب الله يتجلى في عصر العلم
Maaf ngetiknya ada yg keliru.

Al ghazali tdk puas dg iman burhani (argumentatif) melalui ilmu kalam dn filsafah, krn yg beliau cari adlh iman ‘iyaani (musyahadah).


15 April 2016

Nadir:

Pak Yai, beberapa tahun silam ada media syi’ah yang mengabarkan bahwa Einstein yang keturunan yahudi itu telah masuk Islam dan memeluk Syi’ah. Laporan ini berdasarkan korespondensi antara Einstein dan Ayatollah Hossein Borujerdi.

Cucu sang ayatollah yang kemudian mengklaim bhw dalam surat Einstein ke kakeknya Einstein mengaku telah masuk Syi’ah. Sayangnya sang cucu tdk bisa menyertakan bukti surat menyurat tsb (jaman dulu belum ada whatsapp sih)

Klaim semacam ini tentu dibantah habis oleh para ilmuwan barat. Bahkan mereka menganggap klaim ini muncul karena rasa mindernya dunia Islam yg gagal melahirkan saintis ternama di masa modern ini dan kebanyakan saintis ternama itu keturunan yahudi. Maka caranya adalah Einstein-nya lalu mau di-islam-kan. Bukannya dunia islam berpikir, kata mereka, bagaimana meningkatkan IPTEK di dunia Islam agar lebih maju ketimbang main klaim soal Eisntein yg masuk Islam …(dan Syi’ah pula lagi!). Semoga tdk ada kiai NU yg mengklaim bahwa Einstein sudah masuk NU dan dapat kartaNU dari PBNU

Kiai Afif:

Apa lagi klo ngaku bhwa stephen hawking tlah dibai’at menjadi ketua PCI NU Inggris.


Demikian dialog sampai hari ini. Semoga ada manfaatnya untuk yang tertarik menelaah dialog ini. Layaknya dialog lewat whatsapp tentu ada batasan-batasannya, tidak bebas seperti dialog langsung. Namun bukankah ma la yudraku kulluh la yutraku kulluh? Siapa tahu nanti dialog kami berdua bisa ketemu langsung entah di Pesantren Asembagus Situbondo atau di kampus Monash University. Amin Ya Allah.

Tabik,

Nadirsyah Hosen