[aswaja_big_letter]Ternyata sampai saat ini penjelasan akademis tentang tafsir al-Maidah:51 lebih diterima umat daripada upaya menyerang petahana lewat terjemahan versi Kemenag.[/aswaja_big_letter]
Penjelasan yang cerdas, lengkap dengan rujukan, dan alur kisah yang terang tentang tafsir al-Maidah 51 lebih masuk akal umat daripada dakwah model caci maki. Gak pantes lah masak da’i, ustad, atau khotib ngomelll terusss sihhh. Lha terus apa bedanya sama Ahok 🙂
Hasil survey SMRC menunjukkan petahana unggul jauh dari dua paslon lainnya. Bila pemilihan dilakukan saat ini, 44,4% warga Jakarta menyatakan akan memilih Ahok sebagai Gubernur DKI.
Suara dukungan terhadap Agus Harimurti Yudhoyono mencapai 22,3%, atau berselisih tipis dengan dukungan terhadap Anies Baswedan yang mencapai 19,9%. Sementara 13,4% lainnya menyatakan tidak tahu/rahasia.
Satu lagi faktor x yang para tokoh garis keras penolak Ahok harus mikir dua kali: psikologi masyarakat terhadap korban. Ahok yang dengan gentle sudah minta maaf secara terbuka, ternyata masih terus dihajar. Ini justru menimbulkan simpati seolah dia menjadi korban. Anda boleh gak setuju, tapi psikologis masyarakat kita selalu cenderung membela “korban” terlepas benar atau salah.
Pemilih yang rasional yang lebih senang dengan penjelasan cerdas tentang tafsir al-maidah:51 dan suasana psikologis masyarakat yg simpati pada “korban”, dan tentu saja ditambah tingkat kepuasaan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja petahana akan membuat tokoh garis keras gigit jari dengan hasil pilkada nanti –kecuali mereka mau sedikit saja belajar untuk mengubah cara dakwahnya.
Mungkin sudah waktunya Ahok itu dirangkul bukan melulu dipukul; Ahok diredam dengan kasih sayang para ulama seperti contoh dakwah Nabi, Sahabat dan juga wali songo. Jangan keras dibalas keras; kasar dilawan kasar. Pandanglah Ahok dengan tatapan cinta. Ahok bakal klepek-klepek. Percaya deh 🙂