Dari minggu lalu heboh soal Walikota London yang untuk pertama kalinya terpilih seorang Muslim. Namanya Sadiq Khan. Di Jakarta kita punya gubernur non-Muslim, padahal mayoritas penduduk Jakarta adalah Muslim. dan di London, seorang Muslim bisa terpilih, padahal mayoritas di sana itu non-muslim.
Inilah kekuatan demokrasi, yang masih banyak orang gagal memahaminya. Demokrasi membuka peluang setiap warga negara –apapun latar belakang, agama, etnik dan status sosialnya, mereka semua bisa berkompetisi secara sehat. Tidak perlu dihalang-halangi dengan ayat suci ataupun kebencian.
Tadi malam, di Australia, seorang Muslim dinobatkan sebagai presenter tv terbaik. Ia meraih Logie award. Namanya Waleed Aly. Dia alumni dan dosen di Monash University. Orang tuanya dari Mesir. Waleed lahir di Melbourne. Sempat menjadi lawyer, kemudian kolumnis, dosen, musisi, dan presenter tv. Multi peran yang dia mainkan dengan luar biasa. Apa yang dia sampaikan di layar tv didengar dan ditonton jutaan orang. bahkan ketika Paris diserang ISIS, Waleed Aly tampil begitu memukau memberikan pesan-pesan perdamaian, sehingga banyak yang bilang: ‘seharusnya pesan damai tersebut disampaikan oleh sekelas Perdana Menteri”. Waleed Aly juga akan mendapat Voltaire Award dari group hak asasi manusia Liberty Victoria dalam bidang kebebasan berbicara.
Akan tetapi tidak mudah menjadi seorang tokoh Muslim di dunia Barat saat ini. Sadiq dan Waleed diserang dari delapan penjuru angin baik oleh mereka yang tidak suka melihat orang Islam maju dan sukses, dan juga diserang oleh sesama umat Islam sendiri, dengan alasan mereka bukan muslim yang baik.
Sadiq dituduh Syi’ah. Ada juga kelompok Islam yang mempersoalkan pandangan Sadiq terhadap kaum LGBT. Waleed dituduh liberal. Tadi malam, setelah diumumkan dia memenangi award, dia peluk dan cium istrinya Susan Carland (bule ausie yg juga dosen di Monash dan convert ke Islam), lalu kolega Waleed menyelamatinya dengan memberikan pelukan hangat termasuk perempuan. Ini saja sudah cukup membuat banyak umat Islam yang terbelalak.
Jadi, orang seperti Sadiq dan Waleed harus menghadapi caci maki dan cemoohan baik dari pihak non-Muslim maupun Muslim sendiri. Tapi mereka membuktikan satu hal: di negeri demokrasi semuanya mungkin terjadi. Muslim punya kesempatan yang sama untuk maju dan sukses. Setiap orang berhak mendapat kesempatan yang sama.
London punya Sadiq Khan, tapi kami di Melbourne dan di Monash University punya Waleed Aly, tokoh Muslim muda (37 tahun) yang luar biasa hebatnya.
Yang gak suka….tolong minggir dan duduk yang manis, biarkan kami menonton dan belajar dari kesuksesan Sadiq Khan dan Waleed Aly.
Tabik,
Nadirsyah Hosen