Ada sejumlah pihak yang senang melakukan argumentum ad hominem, yaitu menyerang karakter bukan argumentasi saya. Menggunakan label liberal, syi’ah, sesat dan lainnya ketimbang membahas dan membantah argumentasi saya dengan bernas dan cerdas. Biasanya ini dilakukan oleh mereka yang tidak mampu membantah tapi emosi mau membantah.
Salah satu bentuk serangan karakter itu juga berupa mempersoalkan posisi saya di Australia. Intinya mereka mempertanyakan mengapa saya belajar Islam di Australia. Seharusnya belajar Islam itu di Arab, kata mereka. Jadi, karena saya tidak punya gelar Lc maka saya tidak layak menulis soal keislaman. Dengan demikian semua isi tulisan saya hanya dianggap joke saja karena bukan ditulis oleh lulusan Madinah atau Mesir. Begitulah kira-kira model ad hominem yang mereka ketengahkan. Sekali lagi mereka gagal membahas argumentasi isi tulisan saya. Bahkan kalau ditanya: bagian apa yang anda keberatan? mereka tidak jawab karena memang tidak punya jawaban, yang mereka miliki adalah serangan terhadap pribadi.
Saya tidak enak sebenarnya mengungkap hal-hal yang akan saya tulis di bawah ini. Tetapi semata-mata demi mengklarifikasi saja terhadap serangan pribadi di atas, terpaksa saya tuliskan juga. Semoga jadi pembelajaran untuk kita semua.
Saya memang belajar dan mengajar di Australia. Tapi anehnya kok murid saya malah ada yang dari Timur Tengah yah? Seharusnya kita tanyakan kepada mereka yang suka menyerang pribadi saya, kenapa itu orang arab kok mau-maunya belajar Islam sama saya di Australia?
Contohnya: namanya Ali Mesrati, dia dari Libya, dan selesai menulis disertasi di bawah bimbingan saya mengenai putusan mahkamah syariah Libya soal hak asuh anak. Dia membahas dari sudut fiqh mazhab Maliki dan hukum internasional. Sekarang dia jadi Professor di Bahrain.
Ada lagi yang namanya Mohamed Subaei. Dia seorang hakim militer di Saudi Arabia. Dia sudah selesai menulis disertasi dibawah bimbingan saya tentang kejahatan korporasi di Saudi berdasarkan hukum Islam. Sekarang dia kembali berkiprah di Saudi Arabia.
Contoh terakhir, Maan Khutani. Dia seorang syekh yg bukan saja hafal qur’an tapi juga ahli qiraat asyrah (qiraat sepuluh). Dia sudah doktor ilmu syariah di Madinah, tapi kemudian datang ke Australia belajar dibawah bimbingan saya untuk meraih doktor keduanya. Disertasinya di Australia tentang status dan kedudukan perempuan di Saudi Arabia dalam hal menempuh pendidikan tinggi menurut hukum Islam.
Jadi, pertanyaannya bukan kenapa saya belajar Islam di Australia, tapi kenapa seorang dosen, hakim dan syekh dari Timur Tengah malah memilih belajar hukum Islam kepada saya di Australia? Ayoooo….kenapa ayooo hehehe
Biar tambah bingung, saya kasih pertanyaan lainnya: mengapa orang bule Australia belajar tentang Konstitusi Australia kepada saya yang orang Islam dan orang Indonesia? Mengapa Universitas ternama seperti Monash University sampai perlu “membajak” saya untuk pindah dari University of Wollongong untuk mengajari mahasiswa Monash tentang Konstitusi Australia?
Dengan kata lain, ada apa dengan saya sampai orang Arab belajar hukum Islam kepada saya dan orang bule Ausie belajar Konstitusi negeri mereka sendiri kepada saya? Saya ini makhluk apa sebenarnya?
Teruslah menyerang pribadi/karakter saya. Saya gak peduli karena saya akan terus berusaha mengabdi pada ilmu dan umat sebagai perwujudan rasa syukur saya atas anugerahNya. Semua yang saya capai ini adalah doa restu orang tua, keluarga, para guru dan para kiai. Sampai kapanpun Nadirsyah Hosen tetap seorang santri yang kalau ketemu Kiai akan cium tangan dan meminta didoakan para Kiai.
Mari kita lanjutkan untuk saling belajar di medsos ini….yang hobinya cuma menyerang pribadi, semoga cepat sadar bahwa telor ceplok lebih enak daripada telor dadar 😀
Tabik,
Nadirsyah Hosen