Selama ini tafsir, hadits dan tarikh adalah tiga disiplin ilmu keislaman yang berbeda. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz yang ditafsirkan oleh ribuan jilid kitab tafsir, ribuan hadits Nabi tercatat dalam sembilan kitab hadits utama (kutubut tis’ah) dan kitab hadits sekunder lainnya serta perjalanan hidup Nabi dicatat dengan detil oleh sejumlah kitab sirah nabawiyah.
Namun bagaimana kalau ketiganya kita gunakan untuk melihat gambaran yang lebih utuh mengenai sosok seorang Muhammad SAW? Muhammad Izzat Darwazah menyodorkan gagasannya untuk melihat sejarah Nabi melalui al-Qur’an. Pendekatan yang ditawarkan ulama kelahiran Palestina ini berupa tafsir nuzuli.
Selama ini ada dua jenis corak penafsiran al-Qur’an yaitu menafsirkan ayat sesuai urutan mushaf. Ini disebut dengan tafsir tahlili –dari surat pertama al-fatihah hingga surat ke-114 al-nas. Inilah pendekatan yang dilakukan oleh mayoritas mufassir dari al-Muqatil, al-Thabary sampai Buya Hamka dan Quraish Shihab.
Pendekatan kedua melalui tafsir tematis, yaitu tafsir maudhu’i dimana ayat-ayat mengenai tema terpilih yang tercantum dalam berbagai surat dikumpulkan dan ditafsirkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang berbagai tema utama dalam al-Qur’an.
Nah, tafsir nuzuli ini menafsirkan ayat sesuai kronologis turunnya ayat bukan berdasarkan urutan dalam mushaf. Syekh Darwazah melangkah lebih maju lagi dengan meihat sejarah Nabi dalam kronologis turunnya ayat al-Qur’an. Beliau menulis kitab al-Tafsir al-Hadits dengan pendekatan nuzuli serta menulis sejarah Nabi lewat pendekatan nuzuli. Walhasil beliau berusaha meng-qur’an-kan sejarah Nabi dan men-sejarah-kan al-Qur’an.
Saya beruntung dikirimi buku karya Aksin Wijaya oleh penerbit Mizan yang mengupas pemikiran syekh Darwazah ini. Buku ini diawali dengan penjelasan mengenai sosok syekh Darwazah dan pembahasan mengenai kronologis ayat al-Qur’an sebelum pembaca dibawa masuk ke dalam sejarah Nabi menurut al-Qur’an. Saya bahkan menikmati kisah penulis yang berburu kitab karya syekh Darwazah sampai ke Maroko. Sebuah usaha intelektual yang serius!
Membaca buah pikiran syekh Darwazah yang dijelaskan dalam buku ini meyakinkan saya akan satu hal: Nabi Muhammad itu merupakan al-Qur’an berjalan. Seluruh perilakunya bukan hanya sesuai dengan isi al-Qur’an tetapi juga memahami al-Qur’an tidak bisa lepas dari situasi dan kondisi yang dialami Nabi Muhammad.
Allahumma shalli wa sallim ‘ala man uwhiyal qur’an, wa ahli baitihil kiram wa shahbihi dzawil Qur’an.
Tabik,
Nadirsyah Hosen