Sewaktu menghadiri acara Muktamar Pemikiran Santri Nusantara yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama di Ponpes Asshidiqiyah Jakarta, saya mengalami peristiwa unik.
Padatnya acara di Jawa Timur membuat saya baru bisa terbang pagi hari tgl 29 September 2019 ke Jakarta. Kurang tidur dan fisik saya sedikit drop.
Saat sedang istirahat di ndalem KH Nur Iskandar, panitia meminta saya mengisi sesi pertama menggantikan Ketum PBNU, Prof Dr KH Said Aqil Siradj yang berhalangan hadir. Padahal seharusnya sesi saya itu ada di sesi kedua. Walhasil saya gagal istirahat dan terpaksa menuju ke panggung.
Saat melangkah menuju area utama, saya ketemu dengan Dr KH Abdul Jalal, Direktur Ma’had Aly Pesantren Situbondo. Beliau lantas meminta saya sehabis isi acara untuk lanjut ketemu dengan para direktur Ma’had Aly seluruh Indonesia yang juga hadir di lokasi. Saya menyanggupi permintaan guru dan sahabat saya ini.
Pas di panggung resmi acara saya sempat membacakan isi tiga kitab, yaitu Tafsir ar-Razi, Al-Mughni li Ibn Qudamah dan Mausu’ah fIqh Kuwait. Namun posisi kipas angin pas di sebelah saya. Saya coba menggeser kursi dan juga menggeser kipas angin tapi rupanya gak berhasil. Walhasil, fisik saya semakin drop saat itu.
Turun dari panggung saya menolak wawancara dengan media, dan juga terpaksa hanya sebentar meladeni permintaan foto para peserta karena tubuh saya sudah goyang. Terhadap santri Kiai Jalal yang menemui saya, saya beritahu bahwa fisik saya melemah dan saya terpaksa membatalkan pertemuan dengan Direktur Ma’had Aly seluruh Indonesia seperti rencana semula.
Saya melangkah kembali ke rumah Kiai Nur Iskandar. Ternyata saya disusul oleh Kiai Jalal yang mengabarkan para kiai sudah menunggu saya. Saya bimbang. Badan sedang melemah, namun menolak Kiai Jalal yang sampai menghampiri saya rasanya juga tidak elok.
“Begini saja, Pak Yai…” jawab saya kepada Kiai Jalal.
“Bagaimana Gus?”
“Saya akan ke lokasi pertemuan dengan para Kiai Direktur Ma’had Aly dengan satu syarat…tolong njenengan bacakan Fatihah di air putih ini, agar saya sanggup dan kuat fisik saya menemui para Kiai.”
Kiai Jalal mengambil gelas yang saya sodorkan. Lantas berucap, “kita tawasul ke Kiai As’ad”. Setelah itu beliau komat-kamit. Saya pun lantas meminum air yg sudah di-fateha-i tersebut.
Setelah itu kami melangkah berdua ke lokasi pertemuan. Alhamdulillah, sampai selesai acara saya kuat menjalaninya.
Barokah para Masyayikh itu nyata….
Subhanallah…..
Tabik,
Nadirsyah Hosen