Imam Fakhruddin ar-Razi (1149-1209) adalah salah seorang raksasa ilmu dalam dunia Islam. Pengarang Mafāṭīḥ al-Ghayb atau Kitāb at-Tafsīr al-Kabīr ini telah menulis sekitar 100 kitab. Selain menulis kitab tafsir dan juga ushul al-fiqh, beliau juga menulis tentang kedokteran, astronomi, grammar, geometri, sejarah dan bidang lainnya. Beliau menguasai sejumlah disiplin ilmu berbeda. Jagoan berdebat dan tidak takut berpolemik.
Dalam kitab tafsirnya, saat menafsirkan surat al-Fatihah, Imam ar-Razi menuliskan sejumlah kisah yang menceritakan aspek spiritual dari kalimat Bismillah.
Saya cuplik di bawah ini tanpa tambahan penjelasan dari saya. Biarlah para pembaca melakukan perenungan masing-masing. Semoga cahaya Bismillah menerangi jalan hidup kita. Amin Ya Allah
النكتة الأولى:
مرض موسى عليه السلام واشتد وجع بطنه، فشكا إلى الله تعالى، فدله على عشب في المفازة، فأكل منه فعوفي بإذن الله تعالى، ثم عاوده ذلك المرض في وقت آخر فأكل ذلك العشب فازداد مرضه، فقال: يا رب، أكلته أولا فانتفعت به، وأكلته ثانيا فازداد مرضي، فقال: لأنك في المرة الأولى ذهبت مني إلى الكلأ فحصل فيه الشفاء، وفي المرة الثانية ذهبت منك إلى الكلأ فازداد المرض، أما علمت أن الدنيا كلها سم قاتل وترياقها اسمي؟.
Bagian pertama:
Nabi Musa merasakan sakit di perutnya. Beliau mengadu kepada Allah yang kemudian menyuruhnya mengambil sejenis daun di padang pasir. Nabi Musa mengunyahnya dan sembuh dengan ijin Allah. Kemudian Nabi Musa mengalami masalah lagi dengan perutnya, maka Mabi Musa langsung mengunyah kembali dedauan itu, namun sakitnya malah bertambah nyeri.
Beliau mengadu: “Ya Rabb, waktu pertama kali aku makan, aku langsung sembuh. Taoi kali kedua bukan hanya gak sembuh tapi malah bertambah parah”
Allah menjawab: “Kali pertama kamu datang mengadu kepadaKu memohon kesembuhan. Tapi pada kali kedua kamu langsung saja mengunyahnya tanpa meminta petunjuk dan ijin dariKu. Tidakkah kamu tahu bahwa dunia ini semuanya adalah racun dan penawarnya hanyalah dengan menyebut namaKu?”
الثانية: باتت رابعة ليلة في التهجد والصلاة، فلما انفجر الصبح نامت، فدخل السارق دارها وأخذ ثيابها، وقصد الباب فلم يهتد إلى الباب، فوضعها فوجد الباب، ففعل ذلك ثلاث مرات، فنودي من زاوية البيت: ضع القماش واخرج فإن نام الحبيب فالسلطان يقظان.
Bagian Kedua:
Rabi’atul Adawiyah menghabiskan waktunya sepanjang malam dengan tahajud dan berdoa, kemudian tidur setelah fajar. Seorang pencuri memasuki rumahnya dan mengambil pakaiannya. Pencuri itu menuju pintu tapi gagal menemukan pintu keluar. Kemudian dia letakkan pakaian Rabi’ah, dan pencuri itu melihat pintu keluar. Begitu dia raih lagi pakaian Rabi’ah, dia tidak bisa lagi menemukan pintu keluar. Begitu seterusnya sampai tiga kali. Terdengar suara dari sudut rumah: “Tinggalkan baju itu dan keluarlah, karena ketika sang pecinta sedang tidur, Sang Penguasa tetap terjaga”
الثالثة: كان بعض العارفين يرعى غنما وحضر في قطيع غنمه الذئاب، وهي لا تضر أغنامه، فمر عليه رجل وناداه: متى اصطلح الذئب والغنم؟ فقال الراعي: من حين اصطلح الراعي مع الله تعالى.
Bagian ketiga:
Ada seorang Arif yang menjaga domba. Suatu hari, srigala datang tapi tak mengganggu dombanya. Seorang yang melintasi dan melihat peristiwa itu berseru: “Sejak kapan srigala berdamai dengan domba?” Orang Arif ini menjawab: “Sejak penjaga domba berdamai dengan Allah.”
الرابعة: قوله (بسم الله) معناه أبدأ باسم الله، فأسقط منه قوله: «أبدأ» تخفيفا، فإذا قلت بسم الله فكأنك قلت أبدأ باسم الله، والمقصود منه التنبيه على أن العبد من أول ما شرع في العمل كان مدار أمره على التسهيل والتخفيف والمسامحة، فكأنه تعالى في أول كلمة ذكرها لك جعلها دليلا على الصفح والإحسان.
Bagian keempat:
Ucapan Bismillah. Dengan Menyebut Nama Allah sebetulnya bermakna “saya memulai dengan menyebut nama Allah”. Tapi kata “saya memulai” itu dihapus untuk meringankan kalimat. Begitu kamu berkata “Bismillah” itu seakan kamu telah berkata “Saya memulainya dengan menyebut nama Allah.” Tujuan dari ini adalah untuk menunjukkan bahwa seorang hamba saat memulai aktivitasnya itu dengan jalan kemudahan, keringanan dan kelapangan. Seakan Allah telah membuat kalimat pertama dalam kitab suciNya sebuah pertanda akan ampunan dan kebaikan.
الخامسة:
روي أن فرعون قبل أن يدعي الإلهية بنى قصرا وأمر أن يكتب (بسم الله) على بابه الخارج، فلما ادعى الإلهية وأرسل إليه موسى عليه السلام ودعاه فلم ير به أثر الرشد قال: إلهي كم أدعوه ولا أرى به خيرا، فقال تعالى: يا موسى، لعلك تريد إهلاكه، أنت تنظر إلى كفره وأنا أنظر إلى ما كتبه على بابه، والنكتة أن من كتب هذه الكلمة على بابه الخارج صار آمنا من الهلاك وإن كان كافرا فالذي كتبه على سويداء قلبه من أول عمره إلى آخره كيف يكون حاله؟.
Bagian kelima:
Diriwayatkan bahwa sebelum Fir’aun mengklaim dirinya sebagai Tuhan, dia membangun sebuah istana dan menulis di atas pintunya: Bismillah. Ketika dia ingkar dan mengaku sebagai Tuhan, Allah mengutus Nabi Musa.
Nabi Musa mendakwahi Fir’aun tapi tidak melihat tanda-tanda Fir’aun menerima dakwahnya, kemudian mengadulah Nabi Musa kepada Allah:
“Ilahi, aku ajak Fir’aun tapi dia menolak. Aku tidak melihat tanda-tanda kebaikan padanya.”
Allah menjawab: “Wahai Musa, mungkin kamu menginginkan kehancuran Fir’aun, kamu melihat pada kekafirannya sekarang, sementara Aku melihat pada apa yang sebelumnya dia tulis di atas pintu.”
Artinya, dia yang menulis kalimat Bismillah pada pintunya saja menjadi selamat dari kehancuran meskipun dia kafir. Bayangkan apa yang akan terjadi ketika orang menuliskan kalimat Bismillah dari hati yang paling dalam, sejak awal sampai akhir hayatnya?
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School