Ada dua hal yang diprotes Wahabi di Indonesia dalam bulan Ramadan ini.
Pertama, menurut mereka doa berbuka puasa yang populer di masyarakat: “Allahumma laka shumtu” itu dha’if hadisnya dan karenanya tidak boleh dibaca. Yang shahih menurut mereka adalah doa “dzahaba al-zhama….”
Kedua, ucapan saat hari raya idul fitri “minal aidin wal faizin dan mohon maaf lahir batin” itu gak ada dasarnya. Yang benar itu adalah ucapan “taqabalallah minna wa minkum….”
Kawan-kawan Wahabi di tanah air ternyata berbeda pandangan dengan para syekh wahabi di arab sana. Kesan saya, para wahabi di Indonesia lebih keras dari wahabi asli di Arab. Kita gak heran kalau ada orang Indonesia lebih bergaya Arab dari orang Arab, tapi kalau murid-murid wahabi di Arab yang baru pulang ke Indonesia bisa lebih wahabi daripada guru-guru mereka, tentu kita bertanya: ada apa mas bro?
Dalam berdoa di luar ibadah mahdhah itu memakai hadis dhaif dibenarkan, bahkan tidak ada hadisnya sekalipun kita berdoa apa saja itu juga dibenarkan. Doa mau ujian doktor, doa mau naik gaji, atau doa mengakhiri masa jomblo, boleh-boleh saja dengan redaksi apapun selama itu doa untuk kebaikan. Jadi, kenapa kawan-kawan Wahabi mempersoalkan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan dan hanya membuat heboh masyarakat saja?
Hadis yang mereka anggap shahih di atas, yaitu “dzahaba al-zhama….” itu juga diperdebatkan statusnya. Sebagian ulama bilang ini hadis hasan, bukan shahih. Bahkan syekh Muqbil tokoh wahabi di Yaman bilang hadis ini juga dha’if (al-Mustadrak, tahqiq Syekh Muqbil Hadi al-Wadi, 1/ 583). Nah lho! sama-sama dha’if ternyata 🙂
Syekh Utsaimin mengeluarkan fatwa:
[aswaja_arabic display=”block”]والدعاء المأثور : ( اللهم لك صمت ، وعلى رزقك أفطرت ) ، ومنه أيضاً : قول النبي عليه الصلاة والسلام : ( ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله ) ، وهذان الحديثان وإن كان فيهما ضعف لكن بع أهل العلم حسنهما ، وعلى كل حال فإذا دعوت بذلك أو بغيره عند الإفطار فإنه موطن إجابة[/aswaja_arabic]
Intinya kedua doa tersebut ada kelemahan riwayatnya meski sebagian pihak menganggapnya hasan. Namun demikian berdoa dengan salah satu teks doa di atas atau doa lainnya saat berbuka puasa itu dibolehkan karena waktu berbuka puasa itu waktu yang mustajab (Majmu’ fatwa Utsaimin, 341)
Adalah hal biasa dalam kajian ilmu hadis para ulama berbeda-beda dalam menentukan status shahih atau tidaknya sebuah hadis. Ini karena mereka berbeda dalam memberikan kriteria untuk memverifikasi hadis. Jadi, sebenarnya kawan-kawan wahabi gak usah terlalu semangat menyalahkan orang lain yang memakai hadis dha’if dalam perkara fadhail amal. Siapa tahu yang anda anggap dha’if malah dianggap shahih oleh ulama lainnya. Atau seperti dalam kasus doa buka puasa, riwayat yang anda anggap shahih malah tidak dianggap shahih oleh ulama lainnya.
Bagaimana dengan ucapan saat hari idul fitri? Sekali lagi, Syekh Utsaimin, salah satu tokoh Wahabi asli, mengatakan boleh-boleh saja.
[aswaja_arabic display=”block”]وسئـل الشيخ ابن عثيمين : ما حكـم التهنئة بالعيد ؟ وهل لها صيغة معينة ؟ فأجاب : “التهنئة بالعيد جائزة ، وليس لها تهنئة مخصوصة ، بل ما اعتاده الناس فهو جائز ما لم يكن إثماً” اهـ[/aswaja_arabic]
Ketika beliau ditanya apakah ada redaksi khusus? Beliau menjawab dengan mantap: Tidak ada. Apa yang menjadi kebiasaan masyarakat itu boleh diucapkan selama tidak mengandung dosa.
Problem terbesar wahabi di Indonesia itu adalah tidak membedakan antara ibadah mahdhah dan ghair mahdhah; tidak memilah mana perkara agama dan mana kearifan lokal; tidak memisahkan mana perkara aqidah dan mana perkara muamalah. Pokoknya kalau tidak ada riwayatnya, tolak! Kalau ada riwayatnya tapi mereka anggap dha’if, tolak juga! Cara-cara dakwah yang main tolak membabi-buta ini yang akhirnya bikin heboh dan potensi membikin gesekan di masyarakat. Sudah waktunya mereka berdakwah dengan “hikmah dan mauizhah hasanah” ketimbang hanya mengandalkan “tolak bid’ah”
Semoga postingan saya ini bisa membuat suasana buka bersama kembali menjadi adem dan guyub serta suasana idul fitri tetap ceria dan penuh persaudaraan, ketimbang dipakai buat menyalahkan satu sama lain gara-gara postingan broadcast dari para tokoh wahabi di Indonesia yang lebih keras ketimbang para syekh mereka di arab sana. Berlemah-lembutlah….
Wa Allahu A’lam bi al-Shawab
Tabik,
Nadirsyah Hosen